Senin, 31 Oktober 2016

KOMPARASI PEMERINTAHAN PADA MASA DEMOKRASI PARLEMENTER DENGAN DEMOKRASI TERPIMPIN



KOMPARASI PEMERINTAHAN PADA MASA DEMOKRASI PARLEMENTER DENGAN DEMOKRASI TERPIMPIN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kepemimpinan Nasional
Dosen Pengampu : Dr. Taat Wulandari ,M.Pd.







Kelompok 3 :
Mila Novia                              14416241004
Hertin Eka Rahmawati           14416241027
Indah Susanti                          14416241037
Catur   Mulyantoro                 14416241049
Pendidikan IPS (A) 2014



Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
2016


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kemerdekaan di raih oleh Indonesia dengan perjuangan yang diberikan oleh para pahlawan kita yang senantiasa mencurahkan jiwa, raga dan pemikirannya untuk kemerdekaan bangsa yang sudah berpuluh-puluh tahun terjajah oleh negara lain. Dengan merdekanya Indonesia menandakan bangsa kita berhak memiliki kepemimpinan sendiri  tanpa diatur oleh negara asing lagi. Jeda lima tahun setelah kemerdekaan bangsa Indonesia pada tahun 1945, Indonesia mempunyai system pemerintahan yang bisa di sebut dengan system Demokrasi Parlementer, atau yang dikenal juga dengan sebutan Demokrasi Liberal adalah sistem kabinet parlementer. Sistem pemerintahan tersebut berlandaskan pada UUDS 1950 (Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia tahun 1950). Nanum tidak lama setelah itu system pemerintahan yang baru muncul menggantikan system pemerintahan yang dirasakan kurang sesuai dengan keadaan masyarakat pada saat itu dan system pemerintahan.
Demokrasi Parlementer berakhir dengan ditandai adanya Dekret Presiden 5 Juli 1959. Dengan demikian munculah system pemerintahan baru yang di sebut dengan system pemerintahan Demokrasi terpemimpin, konfigurasi politik indonesia praktis berubah. Momen ini merupakan titik awal munculnya otoritarianisme di indonesia. Karena, dengan kembali ke UUD 1945, kekuasaan eksekutif menjadi sangat kuat dengan titik beratnya pada lembaga kepresidenan. Hingga saat ini kedua demokrasi sudah tidak digunakan lagi,namun bukan berarti keduanya sudah tidak berguna, hanya saja penyesuaian dengan masyarakat sekarang berbeda. Walau kedua system pemerintahan ini berada pada rentan waktu pemerintahan yang hampir sama namun kedua system tersebut memiliki berbagai macam perbedaan.





B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut
a.       Apa pengertian demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin?
b.      Bagaimana kondisi pemerintahan pada masa demokrasi parlementer?
c.       Bagaimana kondisi pemerintahan pada masa demokrasi terpimpin?
d.      Bagaimana perbandingan masa demokrasi parlementer dan masa demokrasi terpimpin?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut penulis dapat membuat tujuan sebagai berikut
a.       Untuk mengetahui pengertian demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin
b.      Untuk mengetahui kondisi pemerintahan pada masa demokrasi parlementer
c.       Untuk mengetahui kondisi pemerintahan pada masa demokrasi terpimpin
d.      Untuk mengetahui perbandingan masa demokrasi parlementer dan masa demokrasi terpimpin















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Demokrasi parlementer adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan dalam legeslatif lebih tinggi dari pada eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang perdana menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam Kabinet diangkat dan diberrhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer presiden menjabat sebagai kepala Negara.
Demokrasi Terpimpin adalah reaksi terhadap demokrasi liberal/parlementer karena pada masa Demokrasi Parlementer kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara, sedangkan kekuasaan pemerintah dilaksanakan oleh partai. seluruh keputusan serta pemikiran demokrasi terpimpin berpusat pada pemimpin negara.

B.     Demokrasi Parlementer
1.      Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan dalam bidang politik yang dianut pada masa Demokrasi Parlementer, atau yang dikenal juga dengan sebutan Demokrasi Liberal adalah sistem kabinet parlementer. Sistem pemerintahan tersebut berlandaskan pada UUDS 1950 (Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia tahun 1950). Sistem pemerintahan ini menetapkan bahwa kabinetkabinet atau para menteri bertanggung jawab kepada parlemen. Sistem cabinet parlementer juga menerapkan sistem pemungutan suara (voting) yang digunakan dalam pemilihan umum (Pemilu), mosi, dan demonstrasi sebagai bentuk rakyat dalam mengekspresikan hak untuk ikut serta dalam berpolitik (Matroji, 2002:67).
Selain itu, adanya sistem multipartai pada masa ini menyebabkan terciptanya golongan mayoritas dan minoritas dalam masyarakat, serta adanya sikap mementingkan kepentingan golongan partai politik masingmasing dari pada kepentingan bersama. Sistem pemerintahan dalam bidang politik yang dianut pada masa demokrasi Liberal adalah sistem kabinet presidensial. Sistem cabinet presidensial berlandaskan pada UUD 1945 (Undang-Undang Dasar tahun 1945) dan kekuasaan tertinggi negara ditempati oleh lembaga eksekutif, yaitu Presiden. Sistem demokrasi ini menganut pahamkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang diambil dari Pancasila sila ke empat.
Paham tersebut berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong antara semua kekuatan nasional yang revolusioner dengan prinsip NASAKOM (nasionalisme, agama, dan komunisme). NASAKOM telah menyatukan kekuatan-kekuatan politik yang terus bersaing sejak masa Demokrasi Parlementer, sehingga mulai tercipta sikap saling gotong royong antar sesame anggota partai politik. Pemerintahan pada masa Demokrasi Parlementer dijalankan oleh tujuh kabinet dengan masa jabatan berbeda. Ketujuh kabinet itu adalah
a.       Kabinet Natsir dengan masa jabatan antara 6 September 1950-18 April 1951
b.      Kabinet Sukiman dengan masa jabatan antara 26 April 1951-26 April 1952
c.       Kabinet Wilopo dengan masa jabatan antara 19 Maret 1952-2 Juni 1953
d.      Kabinet Ali Sastroamidjojo I dengan masa jabatan antara 31 Juli 1953-24 Juli 1955
e.       Kabinet Burhanuddin Harahap dengan masa jabatan antara 12 Agustus 1955-3 Maret 1956
f.       Kabinet Ali Sastroamidjojo II dengan masa jabatan antara 24 Maret 1956-14 Maret 1957
g.      Kabinet Djuanda (Kabinet Karya) dengan masa jabatan antara 9 April 1957-10 Juli 1959 (Matroji, 2002: 69-70).

Adapun beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh ketujuh kabinet tersebut, yaitu menjaga keamanan dan ketertiban rakyat, meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, mempersiapkan dan menyelenggarakan Pemilu, menyelesaikan masalah dan memperjuangkan Irian Barat ke dalam wilayah Indonesia, dan melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif. Selain itu, pada masa Demokrasi Parlementer ini juga dibentuk konstituante, sebuah lembaga yang bertugas untuk menyusun dan menetapkan Undang Undang Dasar (UUD) baru bagi Indonesia. Periode 1949 -1959 merupakan masa berkiprahnya partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian kabinet, partaipartai politik terkuat mengambil alih kekuasaan. Dua partai terkuat pada masa itu (PNI dan Masyumi) silih berganti memimpin kabinet. Hampir setiap tahun terjadi pergantian kabinet. Masa pemerintahan kabinet tidak ada yang berumur panjang, sehingga masing-masing kabinet yang berkuasa tidak dapat melaksanakan seluruh programnya. Keadaan ini menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan.

2.      Sistem Ekonomi
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun system ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a.       Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b.      Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importer pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi.
c.       Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d.       Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e.       Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

3.      Keadaan Sosial
Pada masa demokrasi Parlementer ini bangsa Indonesia kembali menjadi berbentuk NKRI yang sebelumnya adalah RIS. Kondisi sosial pada masa pemerintahan ini masyarakat dibingungkan dengan pergantian cabinet yang bisa dibilang dalam jagka waktu dekat, karena pada saat itu terjadi perubahan kabinet sebanyak 7 kali. Aspek sosial masyarakat juga dapat dilihat dalam beberapa aspek seperti bahasa, seni, media komunikasi.

4.      Kondisi Pendidikan
Adanya UU No 4 Tahun 1950 tentang pokok-pokok pengajaran dan pendidikan yang menyatakan pendidikan dan pengajaran berdasarkan  atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila dan UUD NKRI dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia. Serta tujuan pendidikan pada rumusan pasal 3 UU No 4 tahun 1950 menyebutkan “tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia yang susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”. Dengan demikian kondisi pendidikan pada masa demokrasi parlementer lebih menekankan pada memenuhi kebutuhan bangsa dan negara yang sedang menuju ke masyarakat demokratis yang baru saja mendapatkan kemerdekaan.

5.      Akhir Demokrasi Parlementer
Berakhirnya demokrasi Liberal ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Kegagalan Kontituante menetapkan UUD membawa Indonesia ketepi jurang kehancuran. Keadaan Negara yang telah merongrong sejumlah pemberontakan menjadi bertambah gawat. Atas dasar pertimbangan menyelamatkan Negara dari bahaya, Presiden Soekarno terpaksa melakukan tindakan inkontitusional. Tindakan presiden tersebut berupa pengeluaran dekrit yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tindakan itu didukung oleh militer karena mereka sudah direpotkan oleh sejumlah pemberontakan akibat krisis politik. Lebih lanjut dekrit presiden 5 Juli dikeluarkan dengan berbagai pertimbangan diantaranya:
a.       Anjuran untuk kembali kepada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari Kontituante
b.      Kontituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya karena sebagian besar anggotanya telah menolak menghadiri sidang.
c.       Kemelut dalam Kontituante membahayakan persatuan, mengancam keselamatan negera, dan merinangi pembangunan nasional (Matroji, 2002: 72)

Sedangkan yang menjadi keputusan dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah:
a.       Konstituante dibubarkan
b.      UUD 1945 berlaku kembali sebagai UUD Republik Indonesia
c.       Membentuk MPRS dan DPAS dalam waktu singkat (Matroji, 2002: 72)


C.     Demokrasi Terpimpin
1.      Kondisi Politik
Revolusi politik di Indonesia pada masa itu bukan mendirikan kekuatan segolongan atasan saja juga tidak mendirikan kekuasaan diktatorial kaum proletar, tapi harus mendirikan kekuasaan gotong-royong, kekuasaan menerapkan demokrasi yang menjamin terkonsentrasinya seluruh kekuatan nasional, seluruh kekuatan rakyat. Indonesia dalam fase perpolitikan Demokrasi Terpimpin telah menyederhanakan struktur politik dengan memusatkan kekuatan di dua lembaga antara Soekarno dan Angkatan Darat. sedangkan PKI sebagai partai politik dengan basis massa yang besar menjadi kekuatan ketiga.
Sistem  Demokrasi Terpimpin ini kemudian dikemas dalam tiga kekuatan besar yakni Soekarno, Angkatan Darat dan Komunis. Kemudian juga digencarkan indoktrinasi Manipol-Usdek (Manifesto Politik, UUD 45, Sosialisme indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin) jargon politik Soekarno sebagaimana agar rakyat Indonesia agar tidak terbius oleh retorika politik. Rakyat yakin benar bahwa Sekarno adalah figur yang sesuai dengan kriteria-kriteria pemimpin yang dibutuhkan. Soekarno berhasil memikat massa dan membawa pengikutnya ke arah fokus utama kepribadiannya, selain itu Soekarno mampu mengguncang perasaan pendengarnya dengan daya meyakinkan yang sangat besar.
Arah politik Indonesia juga terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas-aktif menjadi condong pada salah satu poros. Pada masa itu diberlakukan politik konfrontasi yang diarahkan pada negara-negara kapitalis, seperti negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik konfrontasi dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces). Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negaranegara kornunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme. Sedangkan Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim).
Perwujudan poros anti imperialisme dankolonialisme itu dibentuk poros Jakarta Phnom Penh - Hanoi - Peking - Pyong Yang. Akibatnya ruang gerak diplomasi Indonesia di forum internasional menjadi sempit, karena berkiblat ke negera-negara komunis. Selain itu, pemerintah juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia.
 Keadaan sosial-politik massa Demokrasi Terpimpin yang lebih condong ke kiri akibat unsur-unsur PKI yang amat kental. Oleh karenanya yang menjadi obyek jargonjargon perjuangannya adalah BTI (Barisan Tani Indonesia). BTN adalah organisasi massa petani yang terhubung ke Partai Komunis Indonesia (PKI). Tujuan memberikan Blow up secara besar-besaran selain untuk menarik perhatian dan dukungan sosial-politik, juga menjadi propaganda misi perjuangan PKI.
Slogan yang digunakan Soekarno pada pidato 13 Desember 1961, menyerukan rakyat menggagalkan pembentukan negara merdeka Papua, bersiap mengibarkan bendera merahputih di tanah Irian Barat dan menyiapkan diri bagi mobilisasi umum dengan Jargon Trikora. Dua bulan sebelumnya Palitbiro telah menerbitkan pernyataan yang tegas dan menuntut dengan tegas agar presiden segera memberi komando “Merebut Irian barat dengan Segala Cara”. Jalan Trikora (Tri Komando Rakyat) adalah istilah selanjutnya untuk menamai perintah terakhir Soekarno, singkatan dari Tri Komando rakyat untuk menggagalkan pembentukan negara boneka Papua.

2.      Kondisi Ekonomi
Pada masa system Demokrasi Terpimpin kondisi ekonomi Indonesia menjadi merosot. Tidak berdiam diri begitu saja pemerintah kemudian mengeluarkan beberapa kebijakan di bidang ekonomi dan keuangan, anatara lain:
a.       Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional  (Bappenas)
b.      Penurunan Nilai Mata Uang (Devaluasi)
c.       Dekralasi Ekonomi
d.      Komando Tertinggi Operasi

3.      Kondisi Sosial
Pada kondisi sosial pada masa pemerintahan demokrasi terpemimpin ini media komunikasi lebih diawasi dan cenderung kurang bebas mengaspirasikan haknya karena Surat kabar dan majalah yang tidak bersedia seirama dengan Demokrasi Terpimpin harus menyingkir. Persyaratan untuk mendapatkan Surat Ijin Terbit dan Surat Ijin Tjetak (SIT) diperketat.

D.    Perbandingan Masa Demokrasi Parlementer dan Masa Demokrasi Terpimpin

Masa Demokrasi Parlementer
Masa Demokrasi Terpimpin
Waktu
6 September 1950 10 Juli 1959
1959 1965
UUD yang
Digunakan
UUDS 1950
UUD 1945
Pemerintahan

Presiden (Kapala Negara) dan Perdana Menteri (sebagai Kepala Pemerintahan dan bertanggung jawab kepada DPR)

Presiden (mutlak, sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dimana Presiden dan DPR bertanggung jawab kepada MPR)
Situasi Politik


Kacau, kekuasaan pemerintah dilaksanakan oleh partai dan dapat melakukan kegiatan politik dengan sangat leluasa (28 partai)
Kegiatan politik yang dilakukan politik dibatasi dengan jumlah partai  dibatasi menjadi 11 partai

Kabinet

Terjadi pasang surut kabinet dan terjadi gonta-ganti kabinet; Kabinet Natsir, Kabinet Sukiman, Kabinet Wilopo, Kabinet Ali I, Kabinet Burhanudin Harahap, Kabinet Ali II
Terdapat satu kabinet yaitu Kabinet Kerja dengan 3 (tiga) kali reshuffle

Arah Politik
Luar Negeri

Politik Luar Negeri Bebas Aktif. Bebas berarti tidak memihak salah satu blok (barat/timur), sedangkan aktif berarti ikut memelihara perdamaian dunia.

Pelaksanaan politik luar negeri condong mendekati negara-negara blok timur dan konfrontasi terhadap negara-negara blok barat.

Angkatan
Bersenjata

TNI dan POLRI merupakan angkatan bersenjata yang terpisah.

Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI). TNI dan POLRI disatukan menjadi ABRI. ABRI menjadi golongan fungsional dan kekuatan sosial politik
Ekonomi

1.   Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi BI sebagai bank sentral .
2.   Pembentukan BNI pada 5 Juli 1946.
3.   Pemberlakuan ORI (Oeang Repoeblik Indonesia) pada 1 Oktober 1946

1.    Kebijakan ekonomi Indonesia berubah menjadi “Sistem Lisensi”.
2.    Terjadi inflasi tinggi.
3.    Pendirian Bank Tunggal Negara sebagai wadah sirkulasi antar-bank.
4.    Pengeluaran rupiah baru yang nilainya 10 X rupiah lama.
5.    Adanya tumpang tindih antara kebijakan perekonomian yang dikeluarkan Presiden-Pemerintah berujung pada mundurnya perekonomian Indonesia hingga tahun 1966.
Permasalahan Irian Barat

Irian Barat (sekarang Prov. Papua dan Prov. Papua Barat) masih mengalami penjajahan

Pada Tahun 1963, Irian Barat masuk menjadi provinsi baru di Indonesia dengan nama Irian Jaya. Irian merupakan singkatan dari “Ikut Republik Indonesia Anti Netherland”.

Keberhasilan dan Kegagalan antara Masa Demokrasi Parlementer dan Masa
Demokrasi Terpimpin
Keberhasilan

1.    Penyelenggaraan pemilu demokratis pertama pada masa kabinet Burhanudin Harahap (September 1955). Keberhasilan penyelenggaraan pemilu ini juga menjadi alasan yang kuat bahwa masa demokrasi liberal merupakan masa yang paling demokratis.
2.    Berhasil menyelenggarakan Konferensi Bandung pada bulan April 1955 sehingga Indonesia bisa mendapatkan peranan penting di dunia Asia-Afrika.
3.    Pencapaian kehidupan bernegara yang paling demokratis selama republik ini berdiri.
1.    Sistem politik demokrasi terpimpin ini mampu meningkatkan dan menampung ledakan pendidikan.
2.    Demokrasi Terpimpin mampu meningkatkan peran pemuda dan masyarakat untuk turut serta berperan dalam politik.
3.    Penyerahan Papua Barat oleh Belanda pada tahun 1963. Hal ini bukan semata-mata atas kegigihan Soekarno melakukan aksi-aksi militer, tetapi juga terdapat usaha diplomasi yang dilakukan oleh Soebandrio, Adam Malik, dan Achmad Soebardjo.

Kegagalan


1.    Instabilitas Negara karena terlalu sering terjadi pergantian kabinet. Hal ini menjadikan pemerintah tidak berjalan secara efisien sehingga perekonomian Indonesia sering jatuh dan terinflasi.
2.    Praktik korupsi meluas. Pada masa ini tidak tindak pidana korupsi tidak bisa ditangani karena dari oknum partai maupun oknum pemerintahan tidak luput dari melakukan korupsi, bahkan mentri luar negri kala itu yang sekaligus sebagai arsitek demokrasi terpimpin juga melakukan korupsi.
3.    Kesejahteraan rakyat terbengkalai karena pemerintah hanya terfokus pada pengembangan bidang politik bukan pada ekonomi.
1.    Kebijakan pemerintah karena dari yang semula bebas aktif sedikit kebarat-baratan menjadi berorientasi pada komunis.
2.    Politik konfontasi dengan Malaysia mebuat kesejahteraan Indonesia serta stabilitas pangan berkurang karena banyak tenaga yang dimobilisasi ke perbatasan Kalimantan Utara (Malaysia).
3.    Keluarnya Indonesia dari PBB membuat Negara ini kehilangan banyak dukungan baik yang bersifat materiil maupun non-materiil dari Negara-negara yang notabene adalah Negara liberal (barat).
4.    Perubahan yang drastis juga terjadi di dalam negeri karena DPR dibubarkan, presiden mengeluarkan penetapan dimana yang seharusnya berupa undang-undang, dan pengekangan partai-partai yang tidak mendukungnya.


Nilai-nilai Kepemimpinan secara substansial pada masa Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin, antara lain
Integritas dan
Moralitas

Pada masa ini, praktik korupsi meluas. Pada masa ini tidak tindak pidana korupsi tidak bisa ditangani karena dari oknum partai maupun oknum pemerintahan tidak luput dari melakukan korupsi. Bahkan Mentri luar negri kala itu yang sekaligus sebagai arsitek demokrasi terpimpin juga melakukan korupsi.
Banyak tindakan menyimpang pada masa ini, termasuk ketika dikeluarkan Tap MPRS No. III/1963 yang mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Pada masa ini juga didirikan badan-badan ekstra konstitusional seperti Front Nasional yang diketahui sebagai media kelompok komunis berkegiatan.
Tanggung Jawab

Akuntabilitas (pertanggung-jawaban) pemegang jabatan dan politis pada umumnya sangat tinggi. misalnya, para menteri tetap
bertanggungjawab pada tugas dan tanggungjawab politik masing-masing.

Tanggung jawab Negara di pegang sendiri ole Soekarno, karena lebih mengarah kepada praktek
pemerintahan yang otoriter, misal Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI). TNI dan POLRI disatukan menjadi ABRI. ABRI menjadi golongan fungsional dan kekuatan sosial politik.
Visi Pemimpin

Terdapat perbedaan visi politik antara pemimpin nasional dengan para pemuda yang menakibatkan adanya pertentangan-pertentangan antar kelompok/partai politik. Hal tersebut disebabkan karena golongan tua berfikir secara ideologis dan golongan muda berfikir pragmatis.


Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, menandai mulainya demokrasi terpimpin yang secara otomatis pemerintahan mengarah kepada sistem pemerintahan yang otoriter. Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan
pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.
Kebijaksanaan

Upaya menggagas konstitusi baru pun akhirnya kandas. Para politisi di parlemen itu tidak mampu membuat solusi. Ini pulalah faktor yang mendorong Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli untuk kembali kepada UUD 1945. Dekrit Presiden 5 Juli itu dipandang sebagai naskah hukum yang membuka peluang lebar Soekarno untuk menjadi dominan.
Soekarno mengambil kebijaksanaan berkaitan dengan GANEFO sebagai tandingan olimpiade dan tidak mengikutsertakan Israel dan Taiwan pada Asian Games sebagai bentuk simpati pada Negara Arab dan RRC.

Menjaga
Kehormatan

Pada masa ini Indonesia mulai membuka perundingan dengan Belanda mengenai rencana pembentukan Uni Indonesia Belanda dan penyelaesaian masalah Irian Barat. Semula media menyangsikan keberanian kabinet Burhanudin Harahap untuk bersikap tegas kepada Belanda. Tetapi justru kabinet inilah yang memebatalkan persekutuan kerjasama dengan belanda yang selama itu tak pernah mencapai realisasi.
Adanya bentukan organisasi baru yaitu GANEFO dan OLDEFO. Isu yang berkembang adalah adanya usaha untuk mempertahankan kehormatan bangsa Indonesia setelah Malaysia ditetapkan sebagai dewan Keamanan PBB. GANEFO dan OLDEFO adalah organisasi yang terdiri dari Negara-negara yang baru saja merdeka dan berusaha agar dunia dapat mengakui kedaulatan Negara-negara tersebut.


Beriman

Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.

Kedekatan Soekarno dengan PKI sangat erat. Hubungan tersebut adalah hubungan timbal balik antara Soekarno dengan PKI. Dengan Soekarno membentuk Nasakom, maka hal tersebut membentuk citra
Soekarno sebagai komunis. Padahal pemimpin harus memilki citra sebagai manusia yang beriman, karena dengan iman mampu meredam keinginan duniawi dan menjauhkan dari penyimpangan- penyimpangan. Tapi pada kenyataannya banyak penyimpangan yang dilakukan Soekarno.
Kemampuan Berkomunikasi

Kepuasan rakyat terhadap demokrasi parlementer semakin berkurang. Pada masa ini setiap orang diberikan kesempatan untuk menyatakan pendapat. Tetapi justru dalam menyampaikan pendapatnya, justru ada maksud terselubung yaitu untuk menggulingkan kelompok atau partai lain. Hal ini menandakan adanya kegagalan berkomunikasi karena justru tidak membangun keharmonisan dalam suatu Negara.
Indonesia keluar dari kenggotaan PBB dan Soekarno mulai berinteraksi dan menjalin hubungan dengan Negara-negara lain. Dalam hal ini Soekarno memilki kemampuan berkomunikasi yang baik yang ditandai dengan bergabungnya Negara-negara tersebut bersama Indonesia. Selain itu di dalam negeri, pengaruh Soekarnoisme mulai tersebar luas.

Komitmen
meningkatkan
kualitas SDM

Kesejahteraan rakyat dan peningkatan kualitas SDM terbengkalai karena pemerintah hanya terfokus pada pengembangan bidang politik.

Komitmen meningkatkan kualitas SDM dapat dilihat dari segi pendidikan yaitu dari adanya penambahan universitas baru di setiap ibukota provinsi, penambahan fakultas, dan penambahan tenaga pengajar. Sistem penerimaan mahasiswa yang mudah dan pembebasan biaya kuliah
Menyebabkan peningkatan jumlah mahasiswa secara besar-besaran. Berbagai usaha dilakukan pemerintah antara lain seperti rencana pengajaran Sapta Usaha Tama.




























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan tersebut dapat penulis simpulkan bahwa, di antara kedua system pemerintahan yang ada, keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, menyesuaikan gaya kepemimpinan dari pememimpinnya. Pada masa demokrasi parlementer tujuan untuk menyejahterakan rakyat terlihat dengan pergantiaan cabinet yang dirasakan sesuai dengan permasalahan yang sedang rakyat hadapi namun dari masing-masing cabinet bekerja sendiri hingga program yang dijalankan satu cabinet tidak berjalan dengan baik langsung diganti dengan cabinet lain yang menimpulkan kebingungan kepada masyarakat dan rasa tidak percaya terus ada hingga Presiden menggeluarkan dekrit presiden pada 5 Juli 1959 yang menandakan berakhirnya pemerintahan demokrasi parlementer.
             Tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama maka system pemerintahan terfokus pada presiden yang mengambil keputusan tertinggi. Disaat munculnya demokrasi terpimpin ini sebagian besar masyarakat menerima namun seiring berjalannya waktu hingga aspirasi rakyat tidak dapat bebas lagi maka system DemokrasI Terpimpin akhirnya juga tumbang. Berakhirnya kepemimpinan Soekarno tidak terjadi begitu saja melalui proses yang mulus. Peristiwa 1 Oktober 1965 dapat dilukiskan sebagai percobaan kudeta yang gagal dari golongan kontra revolusioner yang menamakan dirinya gerakan 30 September












DAFTAR PUSTAKA

Matroji. 2002. Sejarah. Jakarta: Erlangga
Sholehuddin, Abi. 2015. Jargon Politik Masa Demokrasi Terpimpin Tahun 1959-1965. Avatara. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015.
Anonim. 2013. Demokrasi Liberal diunduh pada laman https://docs.google.com/document/d/1dW4Iya1EVViZUgR896GaiFmqlf2XtevAGTjV24IA0SA/edit?pli=1 http://Demokrasi_liberal pada tanggal 22 Oktober 2016
Anonim. 2012. Macam-macam demokrasi. Diunduh pada 22 Oktober 2016 dari http://digilib.unila.ac.id/322/7/BAB%20II.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar