KOMPARASI
PEMERINTAHAN PADA MASA DEMOKRASI PARLEMENTER DENGAN DEMOKRASI TERPIMPIN
Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Kepemimpinan Nasional
Dosen Pengampu : Dr. Taat Wulandari
,M.Pd.
Kelompok 3 :
Mila Novia 14416241004
Hertin Eka Rahmawati 14416241027
Indah Susanti 14416241037
Catur Mulyantoro 14416241049
Pendidikan IPS (A) 2014
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemerdekaan
di raih oleh Indonesia dengan perjuangan yang diberikan oleh para pahlawan kita
yang senantiasa mencurahkan jiwa, raga dan pemikirannya untuk kemerdekaan
bangsa yang sudah berpuluh-puluh tahun terjajah oleh negara lain. Dengan
merdekanya Indonesia menandakan bangsa kita berhak memiliki kepemimpinan
sendiri tanpa diatur oleh negara asing
lagi. Jeda lima tahun setelah kemerdekaan bangsa Indonesia pada tahun 1945,
Indonesia mempunyai system pemerintahan yang bisa di sebut dengan system
Demokrasi Parlementer, atau yang dikenal juga dengan sebutan Demokrasi Liberal
adalah sistem kabinet parlementer. Sistem pemerintahan tersebut berlandaskan
pada UUDS 1950 (Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia tahun 1950).
Nanum tidak lama setelah itu system pemerintahan yang baru muncul menggantikan
system pemerintahan yang dirasakan kurang sesuai dengan keadaan masyarakat pada
saat itu dan system pemerintahan.
Demokrasi
Parlementer berakhir dengan ditandai adanya Dekret Presiden 5 Juli 1959. Dengan
demikian munculah system pemerintahan baru yang di sebut dengan system
pemerintahan Demokrasi terpemimpin, konfigurasi politik indonesia praktis
berubah. Momen ini merupakan titik awal munculnya otoritarianisme di indonesia.
Karena, dengan kembali ke UUD 1945, kekuasaan eksekutif menjadi sangat kuat
dengan titik beratnya pada lembaga kepresidenan. Hingga saat ini kedua
demokrasi sudah tidak digunakan lagi,namun bukan berarti keduanya sudah tidak
berguna, hanya saja penyesuaian dengan masyarakat sekarang berbeda. Walau kedua
system pemerintahan ini berada pada rentan waktu pemerintahan yang hampir sama
namun kedua system tersebut memiliki berbagai macam perbedaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut maka penulis dapat membuat rumusan masalah sebagai
berikut
a. Apa
pengertian demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin?
b. Bagaimana
kondisi pemerintahan pada masa demokrasi parlementer?
c. Bagaimana
kondisi pemerintahan pada masa demokrasi terpimpin?
d. Bagaimana
perbandingan masa demokrasi parlementer dan masa demokrasi terpimpin?
C. Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut penulis dapat membuat tujuan sebagai berikut
a. Untuk
mengetahui pengertian demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin
b. Untuk
mengetahui kondisi pemerintahan pada masa demokrasi parlementer
c. Untuk
mengetahui kondisi pemerintahan pada masa demokrasi terpimpin
d. Untuk
mengetahui perbandingan masa demokrasi parlementer dan masa demokrasi terpimpin
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Demokrasi parlementer
adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan dalam legeslatif lebih tinggi
dari pada eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang perdana menteri.
Perdana menteri dan menteri-menteri dalam Kabinet diangkat dan diberrhentikan
oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer presiden menjabat sebagai kepala
Negara.
Demokrasi Terpimpin adalah reaksi terhadap demokrasi liberal/parlementer karena pada masa
Demokrasi Parlementer kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara,
sedangkan kekuasaan pemerintah dilaksanakan oleh partai. seluruh keputusan
serta pemikiran demokrasi terpimpin berpusat pada pemimpin negara.
B. Demokrasi Parlementer
1.
Sistem
Pemerintahan
Sistem pemerintahan dalam bidang politik yang dianut
pada masa Demokrasi Parlementer, atau yang dikenal juga dengan sebutan
Demokrasi Liberal adalah sistem kabinet parlementer. Sistem pemerintahan
tersebut berlandaskan pada UUDS 1950 (Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia tahun 1950). Sistem pemerintahan ini menetapkan bahwa kabinetkabinet
atau para menteri bertanggung jawab kepada parlemen. Sistem cabinet parlementer
juga menerapkan sistem pemungutan suara (voting) yang digunakan dalam pemilihan
umum (Pemilu), mosi, dan demonstrasi sebagai bentuk rakyat dalam
mengekspresikan hak untuk ikut serta dalam berpolitik (Matroji, 2002:67).
Selain itu, adanya sistem multipartai pada masa ini menyebabkan
terciptanya golongan mayoritas dan minoritas dalam masyarakat, serta adanya
sikap mementingkan kepentingan golongan partai politik masingmasing dari pada
kepentingan bersama. Sistem pemerintahan dalam bidang politik yang dianut pada
masa demokrasi Liberal adalah sistem kabinet presidensial. Sistem cabinet
presidensial berlandaskan pada UUD 1945 (Undang-Undang Dasar tahun 1945) dan
kekuasaan tertinggi negara ditempati oleh lembaga eksekutif, yaitu Presiden.
Sistem demokrasi ini menganut pahamkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang diambil dari Pancasila
sila ke empat.
Paham tersebut berintikan musyawarah untuk mufakat
secara gotong royong antara semua kekuatan nasional yang revolusioner dengan
prinsip NASAKOM (nasionalisme, agama, dan komunisme). NASAKOM telah menyatukan
kekuatan-kekuatan politik yang terus bersaing sejak masa Demokrasi Parlementer,
sehingga mulai tercipta sikap saling gotong royong antar sesame anggota partai
politik. Pemerintahan pada masa Demokrasi Parlementer dijalankan oleh tujuh
kabinet dengan masa jabatan berbeda. Ketujuh kabinet itu adalah
a. Kabinet
Natsir dengan masa jabatan antara 6 September 1950-18 April 1951
b. Kabinet
Sukiman dengan masa jabatan antara 26 April 1951-26 April 1952
c. Kabinet
Wilopo dengan masa jabatan antara 19 Maret 1952-2 Juni 1953
d. Kabinet
Ali Sastroamidjojo I dengan masa jabatan antara 31 Juli 1953-24 Juli 1955
e. Kabinet
Burhanuddin Harahap dengan masa jabatan antara 12 Agustus 1955-3 Maret 1956
f. Kabinet
Ali Sastroamidjojo II dengan masa jabatan antara 24 Maret 1956-14 Maret 1957
g. Kabinet
Djuanda (Kabinet Karya) dengan masa jabatan antara 9 April 1957-10 Juli 1959
(Matroji, 2002: 69-70).
Adapun beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh
ketujuh kabinet tersebut, yaitu menjaga keamanan dan ketertiban rakyat,
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, mempersiapkan dan
menyelenggarakan Pemilu, menyelesaikan masalah dan memperjuangkan Irian Barat
ke dalam wilayah Indonesia, dan melaksanakan politik luar negeri yang bebas
aktif. Selain itu, pada masa Demokrasi Parlementer ini juga dibentuk
konstituante, sebuah lembaga yang bertugas untuk menyusun dan menetapkan Undang
Undang Dasar (UUD) baru bagi Indonesia. Periode 1949 -1959 merupakan masa
berkiprahnya partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini
terjadi pergantian kabinet, partaipartai politik terkuat mengambil alih
kekuasaan. Dua partai terkuat pada masa itu (PNI dan Masyumi) silih berganti
memimpin kabinet. Hampir setiap tahun terjadi pergantian kabinet. Masa
pemerintahan kabinet tidak ada yang berumur panjang, sehingga masing-masing
kabinet yang berkuasa tidak dapat melaksanakan seluruh programnya. Keadaan ini
menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan
keamanan.
2.
Sistem
Ekonomi
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik
maupun system ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian
diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez
faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa
bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya
sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah
ekonomi, antara lain :
a. Gunting
Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b. Program
Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan
mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing
dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya
pada importer pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan
pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif
dan tak bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi.
c. Nasionalisasi
De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th
1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali
Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan
kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi
diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini
tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman,
sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e. Pembatalan
sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih
perusahaan-perusahaan tersebut.
3.
Keadaan
Sosial
Pada
masa demokrasi Parlementer ini bangsa Indonesia kembali menjadi berbentuk NKRI
yang sebelumnya adalah RIS. Kondisi sosial pada masa pemerintahan ini
masyarakat dibingungkan dengan pergantian cabinet yang bisa dibilang dalam
jagka waktu dekat, karena pada saat itu terjadi perubahan kabinet
sebanyak 7 kali. Aspek sosial masyarakat juga dapat dilihat dalam beberapa
aspek seperti bahasa, seni, media komunikasi.
4.
Kondisi
Pendidikan
Adanya
UU No 4 Tahun 1950 tentang pokok-pokok
pengajaran dan pendidikan yang menyatakan pendidikan dan pengajaran
berdasarkan atas asas-asas yang
termaktub dalam Pancasila dan UUD NKRI dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.
Serta tujuan pendidikan pada rumusan pasal 3 UU No 4 tahun 1950 menyebutkan
“tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia yang susila yang
cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang
kesejahteraan masyarakat dan tanah air”. Dengan demikian kondisi pendidikan
pada masa demokrasi parlementer lebih menekankan pada memenuhi kebutuhan bangsa
dan negara yang sedang menuju ke masyarakat demokratis yang baru saja
mendapatkan kemerdekaan.
5.
Akhir
Demokrasi Parlementer
Berakhirnya
demokrasi Liberal ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Kegagalan Kontituante menetapkan UUD membawa Indonesia ketepi jurang kehancuran.
Keadaan Negara yang telah merongrong sejumlah pemberontakan menjadi bertambah
gawat. Atas dasar pertimbangan menyelamatkan Negara dari bahaya, Presiden
Soekarno terpaksa melakukan tindakan inkontitusional. Tindakan presiden
tersebut berupa pengeluaran dekrit yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli
1959. Tindakan itu didukung oleh militer karena mereka sudah direpotkan oleh
sejumlah pemberontakan akibat krisis politik. Lebih lanjut dekrit presiden 5
Juli dikeluarkan dengan berbagai pertimbangan diantaranya:
a. Anjuran
untuk kembali kepada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari Kontituante
b. Kontituante
tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya karena sebagian besar anggotanya
telah menolak menghadiri sidang.
c. Kemelut
dalam Kontituante membahayakan persatuan, mengancam keselamatan negera, dan
merinangi pembangunan nasional (Matroji, 2002: 72)
Sedangkan yang menjadi keputusan dalam Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 adalah:
a. Konstituante
dibubarkan
b. UUD
1945 berlaku kembali sebagai UUD Republik Indonesia
c. Membentuk
MPRS dan DPAS dalam waktu singkat (Matroji, 2002: 72)
C.
Demokrasi
Terpimpin
1.
Kondisi
Politik
Revolusi politik di Indonesia pada masa itu bukan
mendirikan kekuatan segolongan atasan saja juga tidak mendirikan kekuasaan diktatorial
kaum proletar, tapi harus mendirikan kekuasaan gotong-royong, kekuasaan menerapkan
demokrasi yang menjamin terkonsentrasinya seluruh kekuatan nasional, seluruh
kekuatan rakyat. Indonesia dalam fase perpolitikan Demokrasi Terpimpin telah
menyederhanakan struktur politik dengan memusatkan kekuatan di dua lembaga
antara Soekarno dan Angkatan Darat. sedangkan PKI sebagai partai politik dengan
basis massa yang besar menjadi kekuatan ketiga.
Sistem Demokrasi
Terpimpin ini kemudian dikemas dalam tiga kekuatan besar yakni Soekarno,
Angkatan Darat dan Komunis. Kemudian juga digencarkan indoktrinasi
Manipol-Usdek (Manifesto Politik, UUD 45, Sosialisme indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Ekonomi Terpimpin) jargon politik Soekarno sebagaimana agar rakyat
Indonesia agar tidak terbius oleh retorika politik. Rakyat yakin benar bahwa
Sekarno adalah figur yang sesuai dengan kriteria-kriteria pemimpin yang
dibutuhkan. Soekarno berhasil memikat massa dan membawa pengikutnya ke arah
fokus utama kepribadiannya, selain itu Soekarno mampu mengguncang perasaan
pendengarnya dengan daya meyakinkan yang sangat besar.
Arah politik Indonesia juga terjadi penyimpangan
dari politik luar negeri bebas-aktif menjadi condong pada salah satu poros.
Pada masa itu diberlakukan politik konfrontasi yang diarahkan pada
negara-negara kapitalis, seperti negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Politik konfrontasi dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces)
dan Oldefo (Old Established Forces). Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul
yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negaranegara
kornunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme. Sedangkan Oldefo
merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis
dan imperialis (Nekolim).
Perwujudan poros anti imperialisme dankolonialisme
itu dibentuk poros Jakarta Phnom Penh - Hanoi - Peking - Pyong Yang. Akibatnya
ruang gerak diplomasi Indonesia di forum internasional menjadi sempit, karena berkiblat
ke negera-negara komunis. Selain itu, pemerintah juga menjalankan politik konfrontasi
dengan Malaysia.
Keadaan
sosial-politik massa Demokrasi Terpimpin yang lebih condong ke kiri akibat
unsur-unsur PKI yang amat kental. Oleh karenanya yang menjadi obyek
jargonjargon perjuangannya adalah BTI (Barisan Tani Indonesia). BTN adalah
organisasi massa petani yang terhubung ke Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tujuan memberikan Blow up secara besar-besaran selain untuk menarik perhatian
dan dukungan sosial-politik, juga menjadi propaganda misi perjuangan PKI.
Slogan yang digunakan Soekarno pada pidato 13
Desember 1961, menyerukan rakyat menggagalkan pembentukan negara merdeka Papua,
bersiap mengibarkan bendera merahputih di tanah Irian Barat dan menyiapkan diri
bagi mobilisasi umum dengan Jargon Trikora. Dua bulan sebelumnya Palitbiro
telah menerbitkan pernyataan yang tegas dan menuntut dengan tegas agar presiden
segera memberi komando “Merebut Irian barat dengan Segala Cara”. Jalan Trikora
(Tri Komando Rakyat) adalah istilah selanjutnya untuk menamai perintah terakhir
Soekarno, singkatan dari Tri Komando rakyat untuk menggagalkan pembentukan
negara boneka Papua.
2. Kondisi Ekonomi
Pada
masa system Demokrasi Terpimpin kondisi ekonomi Indonesia menjadi merosot. Tidak
berdiam diri begitu saja pemerintah kemudian mengeluarkan beberapa kebijakan di
bidang ekonomi dan keuangan, anatara lain:
a. Pembentukan
Badan Perancang Pembangunan Nasional
(Bappenas)
b. Penurunan
Nilai Mata Uang (Devaluasi)
c. Dekralasi
Ekonomi
d. Komando
Tertinggi Operasi
3. Kondisi Sosial
Pada
kondisi sosial pada masa pemerintahan demokrasi terpemimpin ini media
komunikasi lebih diawasi dan cenderung kurang bebas mengaspirasikan haknya
karena Surat kabar dan majalah yang tidak
bersedia seirama dengan Demokrasi Terpimpin harus menyingkir. Persyaratan untuk
mendapatkan Surat Ijin Terbit dan Surat Ijin Tjetak (SIT) diperketat.
D.
Perbandingan
Masa Demokrasi Parlementer dan Masa Demokrasi Terpimpin
|
Masa
Demokrasi Parlementer
|
Masa
Demokrasi Terpimpin
|
Waktu
|
6 September
1950 – 10 Juli 1959
|
1959
–
1965
|
UUD yang
Digunakan
|
UUDS 1950
|
UUD 1945
|
Pemerintahan
|
Presiden (Kapala Negara) dan Perdana Menteri (sebagai Kepala Pemerintahan dan bertanggung jawab kepada DPR)
|
Presiden (mutlak, sebagai
Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan dimana
Presiden dan DPR bertanggung
jawab kepada MPR)
|
Situasi Politik
|
Kacau, kekuasaan pemerintah dilaksanakan oleh partai dan dapat melakukan kegiatan politik dengan sangat leluasa (28 partai)
|
Kegiatan politik yang dilakukan politik dibatasi dengan jumlah partai dibatasi
menjadi 11 partai
|
Kabinet
|
Terjadi pasang surut kabinet
dan terjadi
gonta-ganti kabinet;
Kabinet Natsir,
Kabinet Sukiman, Kabinet Wilopo, Kabinet Ali I, Kabinet Burhanudin
Harahap, Kabinet Ali II
|
Terdapat satu kabinet yaitu
Kabinet Kerja dengan
3 (tiga) kali reshuffle
|
Arah Politik
Luar Negeri
|
Politik Luar Negeri Bebas Aktif. Bebas berarti tidak memihak salah satu blok (barat/timur), sedangkan aktif berarti ikut memelihara perdamaian dunia.
|
Pelaksanaan politik luar negeri condong mendekati negara-negara blok timur dan konfrontasi terhadap negara-negara blok barat.
|
Angkatan
Bersenjata
|
TNI dan POLRI merupakan angkatan bersenjata yang terpisah.
|
Presiden mengambil alih
pemimpin tertinggi
Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI). TNI dan POLRI disatukan menjadi ABRI. ABRI menjadi golongan fungsional dan kekuatan sosial politik
|
Ekonomi
|
1.
Nasionalisasi
de Javasche Bank menjadi BI
sebagai bank sentral .
2.
Pembentukan
BNI pada 5 Juli 1946.
3.
Pemberlakuan
ORI (Oeang Repoeblik
Indonesia) pada 1 Oktober 1946
|
1.
Kebijakan
ekonomi Indonesia berubah
menjadi “Sistem Lisensi”.
2.
Terjadi
inflasi tinggi.
3.
Pendirian
Bank Tunggal Negara sebagai wadah
sirkulasi antar-bank.
4.
Pengeluaran
rupiah baru yang nilainya 10 X
rupiah lama.
5.
Adanya
tumpang tindih antara kebijakan
perekonomian yang dikeluarkan
Presiden-Pemerintah berujung pada
mundurnya perekonomian
Indonesia hingga tahun 1966.
|
Permasalahan Irian Barat
|
Irian Barat (sekarang Prov.
Papua dan Prov.
Papua Barat) masih mengalami
penjajahan
|
Pada Tahun 1963, Irian Barat
masuk menjadi
provinsi baru di Indonesia dengan nama Irian Jaya. Irian merupakan singkatan dari “Ikut Republik Indonesia Anti Netherland”.
|
Keberhasilan dan Kegagalan antara Masa Demokrasi
Parlementer dan Masa
Demokrasi Terpimpin
Keberhasilan
|
1.
Penyelenggaraan
pemilu demokratis
pertama pada masa kabinet
Burhanudin Harahap (September
1955). Keberhasilan penyelenggaraan pemilu ini juga menjadi alasan yang kuat bahwa masa demokrasi liberal merupakan masa yang paling demokratis.
2.
Berhasil
menyelenggarakan Konferensi
Bandung pada bulan April 1955
sehingga Indonesia bisa mendapatkan peranan penting di dunia Asia-Afrika.
3.
Pencapaian kehidupan
bernegara yang paling
demokratis selama republik ini
berdiri.
|
1.
Sistem
politik demokrasi terpimpin ini
mampu meningkatkan
dan menampung ledakan
pendidikan.
2.
Demokrasi
Terpimpin mampu meningkatkan
peran pemuda dan masyarakat
untuk turut serta berperan
dalam politik.
3.
Penyerahan
Papua Barat oleh Belanda pada
tahun 1963. Hal ini bukan
semata-mata atas kegigihan
Soekarno melakukan aksi-aksi
militer, tetapi juga terdapat
usaha diplomasi yang dilakukan
oleh Soebandrio, Adam Malik,
dan Achmad Soebardjo.
|
Kegagalan
|
1.
Instabilitas
Negara karena terlalu sering
terjadi pergantian kabinet. Hal ini menjadikan pemerintah tidak berjalan secara efisien sehingga perekonomian Indonesia sering jatuh dan terinflasi.
2.
Praktik
korupsi meluas. Pada masa ini tidak tindak pidana korupsi tidak bisa ditangani karena dari oknum partai maupun oknum pemerintahan tidak luput dari melakukan korupsi, bahkan mentri luar negri kala itu yang sekaligus sebagai arsitek demokrasi terpimpin juga melakukan korupsi.
3.
Kesejahteraan
rakyat terbengkalai karena pemerintah hanya terfokus pada pengembangan bidang politik bukan pada ekonomi.
|
1.
Kebijakan
pemerintah karena dari yang
semula bebas aktif sedikit
kebarat-baratan menjadi berorientasi pada komunis.
2.
Politik
konfontasi dengan Malaysia mebuat
kesejahteraan Indonesia
serta stabilitas pangan berkurang karena banyak tenaga yang dimobilisasi ke perbatasan Kalimantan Utara (Malaysia).
3.
Keluarnya
Indonesia dari PBB membuat
Negara ini kehilangan banyak
dukungan baik yang bersifat
materiil maupun non-materiil dari Negara-negara yang notabene adalah Negara liberal (barat).
4.
Perubahan
yang drastis juga terjadi di
dalam negeri karena DPR
dibubarkan, presiden mengeluarkan
penetapan dimana yang
seharusnya berupa undang-undang, dan pengekangan partai-partai yang tidak
mendukungnya.
|
Nilai-nilai Kepemimpinan secara substansial pada masa
Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin, antara lain
Integritas dan
Moralitas
|
Pada masa ini, praktik korupsi meluas. Pada masa ini tidak tindak pidana korupsi tidak bisa ditangani karena dari oknum partai maupun oknum pemerintahan tidak luput dari melakukan korupsi. Bahkan Mentri luar negri kala itu yang sekaligus sebagai arsitek demokrasi terpimpin juga melakukan korupsi.
|
Banyak tindakan menyimpang pada masa ini, termasuk ketika dikeluarkan Tap MPRS No. III/1963 yang mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Pada masa ini juga didirikan badan-badan ekstra konstitusional seperti Front Nasional yang diketahui sebagai media kelompok komunis berkegiatan.
|
Tanggung Jawab
|
Akuntabilitas (pertanggung-jawaban) pemegang jabatan dan politis pada umumnya sangat tinggi. misalnya, para menteri tetap
bertanggungjawab pada tugas dan tanggungjawab politik masing-masing.
|
Tanggung jawab Negara di pegang sendiri ole Soekarno, karena lebih mengarah kepada praktek
pemerintahan yang otoriter,
misal Presiden
mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI). TNI dan POLRI disatukan menjadi ABRI. ABRI menjadi golongan fungsional dan kekuatan sosial politik.
|
Visi Pemimpin
|
Terdapat perbedaan visi politik antara pemimpin nasional dengan para pemuda yang menakibatkan adanya pertentangan-pertentangan antar kelompok/partai politik. Hal tersebut disebabkan karena golongan tua berfikir secara ideologis dan golongan muda berfikir pragmatis.
|
Melalui Dekrit Presiden 5 Juli
1959, menandai
mulainya demokrasi terpimpin
yang secara otomatis pemerintahan
mengarah kepada sistem
pemerintahan yang otoriter. Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan
pulau-pulau lainnya yang
dimulai sejak 1958,
ditambah kegagalan MPR untuk
mengembangkan konstitusi
baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.
|
Kebijaksanaan
|
Upaya menggagas konstitusi baru pun akhirnya kandas. Para politisi di parlemen itu tidak mampu membuat solusi. Ini pulalah faktor yang mendorong Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli untuk kembali kepada UUD 1945. Dekrit Presiden 5 Juli itu dipandang sebagai naskah hukum yang membuka peluang lebar Soekarno untuk menjadi dominan.
|
Soekarno mengambil kebijaksanaan berkaitan dengan GANEFO sebagai tandingan olimpiade dan tidak mengikutsertakan Israel dan Taiwan pada Asian Games sebagai bentuk simpati pada Negara Arab dan RRC.
|
Menjaga
Kehormatan
|
Pada masa ini Indonesia mulai membuka perundingan dengan Belanda mengenai rencana pembentukan Uni Indonesia Belanda dan penyelaesaian masalah Irian Barat. Semula media menyangsikan keberanian kabinet Burhanudin Harahap untuk bersikap tegas kepada Belanda. Tetapi justru kabinet inilah yang memebatalkan persekutuan kerjasama dengan belanda yang selama itu tak pernah mencapai realisasi.
|
Adanya bentukan organisasi baru yaitu GANEFO dan OLDEFO. Isu yang berkembang adalah adanya usaha untuk mempertahankan kehormatan bangsa Indonesia setelah Malaysia ditetapkan sebagai dewan Keamanan PBB. GANEFO dan OLDEFO adalah organisasi yang terdiri dari Negara-negara yang baru saja merdeka dan berusaha agar dunia dapat mengakui kedaulatan Negara-negara tersebut.
|
Beriman
|
Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.
|
Kedekatan Soekarno dengan PKI sangat erat. Hubungan tersebut adalah hubungan timbal balik antara Soekarno dengan PKI. Dengan Soekarno membentuk Nasakom, maka hal tersebut membentuk citra
Soekarno sebagai komunis.
Padahal pemimpin
harus memilki citra sebagai
manusia yang beriman, karena dengan
iman mampu meredam
keinginan duniawi dan menjauhkan
dari penyimpangan- penyimpangan.
Tapi pada kenyataannya
banyak penyimpangan
yang dilakukan Soekarno.
|
Kemampuan Berkomunikasi
|
Kepuasan rakyat terhadap demokrasi parlementer semakin berkurang. Pada masa ini setiap orang diberikan kesempatan untuk menyatakan pendapat. Tetapi justru dalam menyampaikan pendapatnya, justru ada maksud terselubung yaitu untuk menggulingkan kelompok atau partai lain. Hal ini menandakan adanya kegagalan berkomunikasi karena justru tidak membangun keharmonisan dalam suatu Negara.
|
Indonesia
keluar dari kenggotaan PBB dan Soekarno mulai berinteraksi dan menjalin hubungan dengan Negara-negara lain. Dalam hal ini Soekarno memilki kemampuan berkomunikasi yang baik yang ditandai dengan bergabungnya Negara-negara tersebut bersama Indonesia. Selain itu di dalam negeri, pengaruh Soekarnoisme mulai tersebar luas.
|
Komitmen
meningkatkan
kualitas SDM
|
Kesejahteraan rakyat dan peningkatan kualitas SDM terbengkalai karena pemerintah hanya terfokus pada pengembangan bidang politik.
|
Komitmen meningkatkan kualitas SDM dapat dilihat dari segi pendidikan yaitu dari adanya penambahan universitas baru di setiap ibukota provinsi, penambahan fakultas, dan penambahan tenaga pengajar. Sistem penerimaan mahasiswa yang mudah dan pembebasan biaya kuliah
Menyebabkan peningkatan jumlah mahasiswa secara besar-besaran. Berbagai usaha dilakukan pemerintah antara lain seperti rencana pengajaran Sapta Usaha Tama.
|
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan tersebut dapat penulis simpulkan bahwa, di antara kedua system
pemerintahan yang ada, keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan
masing-masing, menyesuaikan gaya kepemimpinan dari pememimpinnya. Pada masa
demokrasi parlementer tujuan untuk menyejahterakan rakyat terlihat dengan
pergantiaan cabinet yang dirasakan sesuai dengan permasalahan yang sedang
rakyat hadapi namun dari masing-masing cabinet bekerja sendiri hingga program
yang dijalankan satu cabinet tidak berjalan dengan baik langsung diganti dengan
cabinet lain yang menimpulkan kebingungan kepada masyarakat dan rasa tidak
percaya terus ada hingga Presiden menggeluarkan dekrit presiden pada 5 Juli
1959 yang menandakan berakhirnya pemerintahan demokrasi parlementer.
Tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama
maka system pemerintahan terfokus pada presiden yang mengambil keputusan
tertinggi. Disaat munculnya demokrasi terpimpin ini sebagian besar masyarakat
menerima namun seiring berjalannya waktu hingga aspirasi rakyat tidak dapat
bebas lagi maka system DemokrasI Terpimpin akhirnya juga tumbang. Berakhirnya
kepemimpinan Soekarno tidak terjadi begitu saja melalui proses yang mulus.
Peristiwa 1 Oktober 1965 dapat dilukiskan sebagai percobaan kudeta yang gagal
dari golongan kontra revolusioner yang menamakan dirinya gerakan 30 September
DAFTAR
PUSTAKA
Matroji. 2002. Sejarah.
Jakarta: Erlangga
Sholehuddin,
Abi. 2015. Jargon Politik Masa Demokrasi Terpimpin Tahun
1959-1965. Avatara. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015.
Anonim. 2013. Demokrasi
Liberal diunduh pada laman https://docs.google.com/document/d/1dW4Iya1EVViZUgR896GaiFmqlf2XtevAGTjV24IA0SA/edit?pli=1
http://Demokrasi_liberal
pada tanggal 22 Oktober 2016
Anonim. 2012. Macam-macam
demokrasi. Diunduh pada 22 Oktober 2016 dari
http://digilib.unila.ac.id/322/7/BAB%20II.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar