Rabu, 13 April 2016

Manajemen Kurikulum



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Istilah kurikulum semula berasal dari istilah yang dipergunakan dalam dunia atletik curere yang berarti “berlari”. Istilah tersebut erat hubungannya dengan kata curier atau kurir yang berarti penghubung atau seseorang yang bertugas menyampaikan sesuatu kepada orang  atau tempat lain. Seorang kurir harus menempuh suatu perjalanan untuk mencapai tujuan, maka istilah kurikulum kemudian diartikan orang sebagai “suatu jarak yang harus ditempuh” (Nasution, 1980:5) Dari istilah atletik, kurikulum mengalami perpindahan arti ke dunia pendidikan. Pengertian kurikulum yang tercantum dalam Webster’s International Dictionary yaitu curriculum is a course, a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to a degree. Kurikulum kemudian diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetahuan yang ditempuh atau dikuasai untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah.
Perubahan sospol dan tatanan budaya di Indonesia akhirnya menuntut perubahan paradigma pendidikan nasional yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi, semula peran pemerintah (govermental role) menjadi peran masyarakat (community role). Perubahan ini berpengaruh terhadap tatanan menajemen kurikulum.
B.     Rumusan Masalah
a.         Apa Pengertian dari Manajemen Kurikulum?
b.         Apa pengertian dari kurikulum?
c.         Bagaimana Mengembangkan Kurikulum Muatan Lokal ?
d.        Bagaimana mengembangkan kurikulum ?
C.    Tujuan
a.    Untuk mengetahui pengertian dari Manajemen Kurikulum
b.    Untuk mengetahui pengertian dari kurikulum
c.    Untuk mengetahui pengembangan Kurikulum Muatan Lokal
d.    Untuk mengetahui mengembangan kurikulum


BAB II
PEMBAHSAN
A.  Manajemen Kurikulum
Perubahan sospol dan tatanan budaya di Indonesia akhirnya menuntut perubahan paradigma pendidikan nasional yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi, semula peran pemerintah (govermental role) menjadi peran masyarakat (community role). Perubahan ini berpengaruh terhadap tatanan menajemen kurikulum. Secara garis besar kegiatan yang berkenaan dengan fungsi-fungsi manajemen kurikulum ialah :
1.      Mengelola perencanaan kurikulum
Pemerintah pusat perlu merumuskan dan menetapkan kurikulum standar bersifat nasional yang berfungsi sebagai acuan untuk pengembangan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan/sekolah.
2.      Mengelola implementasi kurikulum
Bentuk implementasi kurikulum adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru bersama siswa untuk mencapai tujuan kurikulum yang telah ditetapkan. Sebuah implementasi kurikulum harus dikelola secara profesional, efektif, dan efisien yang mengacu pada empat pilar pendidikan dan konsisten dengan perencanaan kurikulum yang telah dikembangkan, sehingga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang ada pada tujuan dapat terwujud.
3.      Mengelola pelaksanaan evaluasi kurikulum
Kegiatan evaluasi harus dilakukan secara sistemik, sistematis dan kompreherensif sesuai dengan visi, misi, dan tujuan kurikulum. Salah satu pengaruh dari otonomi sekolah terkait dengan evaluasi pembelajaran yaituguru harus dapat merumuskan kisi-kisi, membuat instrument, dan melaksanakan evaluasi kurikulum serta pembelajaran.
4.      Mengelola perumusan penetapan kriteria dan pelaksanaan kenaikan kelas/kelulusan
Pelaksanaan kenaikan kelas merupakan lanjutan dari proses evaluasi. Pemberlakuan sistem KTSP menuntut perolehan hasil belajar yang tuntas. Sehingga penentuan kelulusan harus disesuaikan dengan ketetapn yang berlaku.
5.      Mengelola pengembangan bahan ajar, media pembelajaran, dan sumber belajar.
Media belajar siswa tidak hanya dari buku, namun bisa menggunakan sumber belajar lain yang sesuai dengan topik. Dengan kemajuan IPTEK yang semakin pesat, bisa digunakan untuk media belajar seperti e-learning, ebook, dan lainnya.
6.      Mengelola perkembangan ekstrakurikuler dan kokurikuler.
Keberhasilan suatu kurikulum akan optimal apabila didukung oleh kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler yang dikelola secara efektif dan profesional.

B.     Kurikulum
1.      Pengertian Kurikulum
Adanya pergeseran pengertian tersebut juga terlihat pada definisi-definisi kurikulum yang dikemukakan para ahli, misalnya menurut George A. Beauchamp yang menjelaskan bahwa curriculum is all activities of children under the jurisdiction of the school. Dalam pengertian ini kurikulum mencakup segala kegiatan yang disediakan dan direncanakan sekolah. Kurikulum tidak terbatas pada kegiatan saja, melainkan mencakup seluruh pengalaman yang diperoleh siswa, baik intelektual, emosional, sosial, maupun pengalaman lain. (Nurgiyantoro, 1988:2-4)
2.      Komponen-Komponen Kurikulum
Sebagai sebuah sistem, kurikulum pastui memiliki komponen-koponen-komponen atau bagian-bagian yang saling mendukung dan membentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan. Komponen tersebut bersifat harmonis, tidak saling bertentangan. Komponen-komponen tersebut meliputi:
a.       Tujuan
Ada dua tujuan yang terdapat dalam sebuah kurikulum sekolah, yaitu sebagai berikut:
1)      Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan
Tujuan ini meliputi aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diharapkan dimiliki oleh para lulusan sekolah yang bersangkutan. Itulah sebabnya tujuan ini disebut tujuan institusional atau tujuan kelembagaan.
2)      Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi
Tujuan ini meliputi aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diharapkan dimiliki oleh para peserta didik dalam tiap bidang studi dan pokok bahasan.
b.      Isi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak dalam kegiatan belajar mengakar guna meencapai tujuan yang meliputi bidang studi dan isi dari masing-masing bidang studi. Ada juga yang menyebutnya silabus. Silabus dijabarkan dalam bentuk—bentuk pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan serta uraian bahan pelajaran.
c.       Organisasi
Organsisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka program – program pengajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Organisasi kurikulum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertikal.
1)      Struktur Horizontal. Struktur ini berhubungan dengan masalah pengorganisasian kurikulum dalam bentuk penyusunan bahan – bahan pengajarann yang akan disampaikan secara terpisah (separate subject), kelompok – kelompok mata pelajaran (correlated), atau penyatuan (integrated). Tercakup pula jenis – jeis program yang dikeembangkan di sekolah misalnya program pendidikan umum, akademi, keguruan, ketrampilan, dan lain – lain.
2)      Struktur Vertikal. Struktur ini berhubungan dengan masalah pelaksanaan kurikulum di sekolah, apakah kurikulum dilaksanakan dengan sistem kelas, tanpa kelas, atau gabungan antara keduanya. Termasuk dalam hal ini adalah masalah pembagian waktu untuk masing-masing bdiang studi di setiap tingkat.
d.      Strategi
Masalah strategi pelaksanaan dapat dilihat dalam cara yang ditempuh untuk melaksanakan pengajaran, penilaian, bimbingan dan konseling, pengaturan kegiatan sekolah secara keseluruhan, pemilihan metode pengajaran, alat atau media pembelajaran, dan sebagainya. (Surahmad, 1977:9)
3.      Asas Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum ada asas – asas yang empat dasar yang dijadikan bahan pertimbangan, yaitu:
a.       Dasar Filosofis
Tujuan pendidikan harus benar-benar mencerminkan filsafat hidup bangsa. Di Indonesia, karena pancasila telah disepakati dan diyakini bersama sebagai dasar ideal kerohanian, hukum dari segala hukum, dasar segala tingkah laku, maka pancasila yang dijadikan dasar acuan dan tujuan pendidikan. Sistem pendidikan yang ada harus mampu membentuk manusia-manusia pancasilais sejati sesuai dengan pandangan hidaup bangsa Indonesia.
b.      Dasar Psikologis
1)      Ilmu jiwa belajar. Diartikan sebagai pengetahuan tentang bagaimana proses belajar itu berlangsung dalam diri seseorang. Teori tentang proses belajar akan memengaruhi penyusunan dan penyajian kurikulum secara efektif, juga akan menentukan pemilihan bahan pengajaran yang harus disajikan.
2)      Ilmu jiwa anak
Pada dasarnya sekolah dan kurikulum memang dipersiapkan untuk kepentingan anak dalam proses menuju kedewasaan dan kematangan. Pengetahuan tentang anak mutlak diperlukan karena dari situlah akan diketahui minat dan kebutuhannya sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya yang bermafaat dalam proses penyusunan kurikulum.
c.       Dasar Sosiologis
Anak harus dipersiapkan untuk terjun di masyarakat ngan dibekali kemampuan dan ketrampilan yang dibutuhkan masyarakat, seperti norma, nilai, kebiasaan yang sesuai dengan keadaaan dan pandangan masyarakat.
d.      Dasar Organisatoris
Organsisasi kurikulum adalah penyajian program – program pengajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik yang berupa struktur horizontal dan struktur vertikal, sama seperti penjelasan sebelumnya dalam komponen-komponen kurikulum. (Nasution, 1980:10)
4.      Kedudukan Kurikulum untuk Mencapai Tujuan
Hubungan antara pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan. Suatu tujuan baru akan tercapai bila isi pendidikan tepat dan relevan dengan tujuan tersebut. Atau dengan kata lain, hanya isi yang tepat atau kurikulum yang sesuai yang akan mengantarkan ke arah tercapainya tujuan pendidikan. (Nurgiyantoro, 1988:30)
Oleh karena kurikulum merupakan isi dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan, sesungguhnya kurikulum menyangkut masalah nilai-nilai, ilmu, teori, skill, praktik, pembinaan sikap mental, dan sebagainya. Hal itu berarti kurikulum harus mengandung isi pengalaman yang bersifat membina kepribadian peserta didik untuk merealisasikan tujuan pendidikan. (Brubacher, dalam Syam, 1978:46)
5.      Penilaian Kurikulum
Kegiatan penilaian merupakan salah satu langkah dalam proses menyusun dan menyusun kembali suatu kurikulum. Penilaian merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dalam pengembangan kurikulum. Penilaian perlu dilakukan terhadap kurikulum baik yang sedang dikembangkan, dilaksanakan, maupun yang sudah dicapai sebagai bahan masukan untuk melakukan modifikasi seperlunya.
a.       Proses Penilaian
Istilah penilaian bagi sebagian orang dianggap sama dengan “tes” atau “pemberian nilai (grading)”. Penilaian dapat diartikan sebagai “pemberian nilai (valuing) atau pertimbangan”, yang dalam dunia pendidikan dapat berarti mempertimbangkan murid, guru, kegiatan belajar mengajar, atau kurikulum. Dari sini dapat dimengerti bahwa penilaian merupakan suatu proses, yaitu proses pembuatan pertimbangan terhadap suatu hal. Pembuatan pertimbangan tersebut hanya dapat dilakukan jika ada masukan-masukan yang berupa informasi. Oleh karena itu, sebelum membuat pertimbangan harus didahului dengan kegiatan pengumpulan informasi. Berdasarkan informasi yang terkumpul itulah dilakukan kegiatan pembuatan pertimbangan yang kemudian dipakai sebagai dasar pembuatan keputusan. Proses penilaian yang demikian sesuai dengan definisi evaluasi seperti yang dikemukakan oleh Cronbach (1963, c.f. Saylor and Alexander, 1979:302) yang mengatakan bahwa penilaian adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi sebagai dasar pembuatan keputusan tentang program pendidikan.
1)      Model Penilaian Kurikulum
Model penilaian kurikulum disusun untuk membantu dan memberikan informasi kepada para evaluator bagaimana melakukan penilaian terhadap kurikulum dan pengajaran. Model penilaian kurikulum menurut Robert E. Stake melalui artikel yang berjudul The Countenance of Educational Evaluation (1967), model Daniel Stufflebeam selaku ketua Phi Delta Kappa National Study Committee on Education (1971), dan model yang dikemukakan oleh Terry D. Ten Brink (1974).
a)      Model Stake (The Stake Congruence-Contingency Model)
Stake mengemukakan perlunya pembedaan tindakan penilaian yang bersifat deskriptif dan pertimbangan (judgement). Tindakan deskriptif dibedakan berdasarkan maksud tindakan itu dan tindakan apa yang benar-benar diamati. Tindakan pertimbangan dibedakan berdasarkan apakah tindakan itu menunjuk pada patokan yang dipergunakan atau pada pertimbangan itu sendiri.
Ada tiga tahap dalam kegiatan penilaian yang harus dilalui, yaitu anteseden (antecedents), transaksi (transactions), dan keluaran (outcomes). Anteseden dideskripsikan sebagai suatu kondisi sebelum dilakukannya kegiatan belajar mengajar, tetapi berpengaruh terhadap keluaran. Transaksi merupakan proses pengajaran yang berupa komunikasi guru dengan murid, murid dengan murid, pengarang dengan pembaca, juga termasuk didalamnya alokasi waktu, urutan kegiatan, dan suasana sosial. Keluaran merupakan sesuatu yang dicapai setelah dilakukannya program pengajaran yang meliputi keterampilan, prestasi yang dicapai siswa, sikap, efek bagi guru dan lembaga, dan aspirasi murid sebagai pengalaman pendidikan yang diterimanya (Saylor and Alexander, 1974:304-305).
Proses evaluasi setelah data-data diperoleh adalah dengan jalan membandingkan atau mencari kesesuaian (congruence) antara apa yang diharapkan dengan apa yang senyatanya terjadi. Hal itu tak hanya dilakukan terhadap keluaran saja tetapi harus juga terhadap dua tahap sebelumnya, yaitu anteseden dan transaksi. Hal ini disebabkan seperti apa wujud keluaran itu akan sangat dipengaruhi oleh kedua tahap sebelumnya yang berupa anteseden dan transaksi. Model Stake tersebut menuntut evaluator untuk secara berkesinambungan terlibat dalam proses penilaian, yaitu baik pada tahap permulaan, selama berlangsungnya program, maupun setelah diperolehnya hasil program itu sendiri.
b)      Model CIPP (Context, Input, Process, and Product)
Penilaian menurut model ini dilukiskan sebagai proses melukiskan informasi yang diperlukan, mendapatkan informasi itu, dan kemudian memberikan informasi itu sebagai bahan membuat keputusan. Untuk melakukan penilaian terhadap program pendidikan, diperlukan empat macam jenis penilaian yang keempatnya harus merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus. Keempat jenis penilaian yang dimaksudkan adalah (1) penilaian konteks yang berkaitan dengan tujuan, (2) penilaian masukan yang berguna untuk pengambilan keputusan dalam desain, (3) penilaian proses yang membimbing langkah operasional dalam pembuatan keputusan, dan (4) penilaian keluaran yang memberikan data sebagai bahan pembuatan keputusan (Saylor and Alexander:307).
Penilaian konteks yang merupakan jenis penilaian yang paling dasar, berupa usaha penemuan kebutuhan-kebutuhan siswa dengan berbagai masalah yang berkaitan. Penilaian ini lebih bersifat deskriptif dan komparatif, dan kesimpulan yang diperoleh akan dipergunakan untuk menentukan tujuan-tujuan yang yang dijadikan titik pangkal program pendidikan. Penilaian masukan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bagaimana mempergunakan sumber-sumber untuk mencapai tujuan. Ia berusaha mencari informasi yang dipergunakan untuk menilai adanya beberapa alternatif strategi yang dapat dipilih. Oleh karena itu, penilaian jenis ini akan membantu pihak pengambil keputusan untuk memilih dan mendesain prosedur yang kiranya sesuai untuk mencapai tujuan program.
Penilaian proses dilakukan bila program pengajaran telah berlangsung. Penilaian proses brtugas memonitor proses pengajaran untuk membantu pengambilan keputusan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan. Sedangkan penilaian keluaran berusaha mengukur dan menginterpretasikan pencapaian suatu program. Penilaian keluaran akan membantu pihak pengambil keputusan, apakah suatu program perlu dilanjutkanm diakhiri, atau dimodifikasi.
c)      Model Penilaian Ten Brink
Tahap penilaian ini melalui 3 tahap yaitu tahap persiapan, pengumpulan data, dan penilaian (yang diikuti laporan hasil penilaian). Tahap persiapan terdiri dari beberapa langkah yaitu (1) melukiskan secara spesifik pertimbangan dan keputusan yang akan dibuat, hal ini akan menentukan jenis informasi yang diperlukan secara tepat; (2) melukiskan informasi yang diperlukan; (3) memanfaatkan informasi yang telah ada; (4) menentukan kapan dan bagaimana cara memperoleh informasi itu; (5) menyusun dan memilih instrument pengumpulan informasi yang akan dipergunakan.
Tahap kedua dalam model ini adalah pengumpulan data melalui dua langkah, yaitu (1) memperoleh infromasi yang diperlukan; (2) menganalisis dan mencatat informasi. Tahap ketiga adalah penilaian yang berisi kegiatan-kegiatan (1) membuat pertimbangan yang akan dipergunakan sebagai dasar pembuatan keputusan; (2) membuat keputusan yang merupakan suatu pilihan terhadap beberapa alternative arah tindakan; (3) mengikhtisarkan dan melaporkan hasil penilaian.
b.      Aspek Kurikulum yang dinilai
Aspek-aspek penilaian kurikulum yang dinilai yaitu:
1)      Tujuan
Komponen tujuan yang dievaluasi terutama adalh tujuan kurikuler dan instruksional yang pencapaiannya dibebankan pada tiap mata pelajaran. Tujuan itu dinilai dalam kaitannya dengan tujuan jenjang di atasnya (tujuan institusional yang dikaitkan dengan tujuan nasional). Penilaian itu dilakukan dengan menjawab pertanyaan: apakah tujuan-tujuan itu mencerminkan tujuan-tujuan institusional, apakah perumusannya jelas, tepat dan tidak membingungkan, jelas pengorganisasiannya tepat urutannya, sesuai dengan perkembangan siswa, bagaimanakah kesesuaian antara tujuan dengan hasil yang dicapai.
2)      Isi Kurikulum
Penilaian komponen ini mencakup semua program yang diprogramkan untuk mecapai tujuan. Komponen isi mliputi semua jenis mata pelajaran yang harus diajarkan dan pokok-pokok bahasan dan atau bahan pengajaran yang meliputi seluruh mata pelajaran tersbut
3)      Strategi pengajaran
Penilaian ini meliputi berbagai upaya yang ditempuh demi tercapainya tujuan berdasarkan bahan pengajaran yang telah ditetapkan. Komponen ini meliputi berbagai macam pendekatan yang dipilih, metode-metode, dan berbagai teknik pengajaran, sistem penilaian pencapaian hasil belajar siswa baik yang berupa penilaian proses maupun hasil yang diperoleh, serta peralatan (instrument) yang digunakan.
4)      Proses belajar mengajar
Penilaian komponen ini erat kaitannya dengan strategi pengajaran yang mencakup keseluruhan proses belajar mengajar untuk masing-masing mata pelajaran yang meliputi perumusan tujuan, pemilihan bahan pengajaran, pemilihan metode, kegiatan belajar siswa, alat-alat pelajaran yang dipergunakan, sistem penilaian yang dipergunakan, dan tindak lanjut yang dilakukan.
5)      Media pengajaran
Penilaian ini dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan, bahan pengajaran, kebutuhan pengalaman siswa, kesesuaiannya dengan kemampuan dan keterampilan pengajar, efektivitasnya dengan sarana penunjang, kemungkinan pengadaannya sesuai dengan dana yang tersedia, ketepatan dari segi siswa, waktu, tempat, dsb.
6)      Komponen penunjang
Komponen penunjang ini berupa komponen yang menunjang dalam keberhasilan pelaksanaan kurikulum yang dapat berupa sistem pelayanan bimbingan dan penyuluhan, sestem penilaian pencapaian hasil belajar siswa maupun sistem administrasi dan supervise pendidikan. Penilaian dilihat dari segi ketepatan program, kesesuaiannya dengan tujuan, sumbangan terhadap kelancaran pelaksanaan kurikulum, dan sebagainya.
7)      Hasil yang dicapai
Hasil yang dicapai ini mencakup keluaran, efek, dan dampak. Penilaian terhadap hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kurikulum antara lain dapat dilakukan dengan menganalisis hasil monitoring, tes nasional, dan hasil-hasil studi lainnya yang telah dilakukan.
6.      Syarat Penilaian Kurikulum
Syarat-syarat penilaian kurikulum dimaksudkan agar penilaian itu dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Persyaratan yang dimaksud berdasarkan Depdikbud, 1982/1983 yaitu:
a.       Berorientasi pada tujuan
b.      Berkesinambungan
c.       Komrehensif
d.      Berfungsi ganda
e.       Mendasarkan diri pada kriteria.

C.    Mengembangkan Kurikulum Muatan Lokal
1.      Muatan Lokal dalam Kurikulum
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender dan silabus. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan cirri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Subtansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan muatan lokal ini merupakan penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat sebagai upaya untuk peningkatan relevansinya keadaan dan kebutuhan di daerah yang bersangkutan. Selain itu juga muatan lokal merupakan mata pelajaran sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggaran satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun pendidikan dapat menyelenggaran dua mata pelajaran muatan lokal.
2.      Ruang lingkup
Ruang lingkup muatan lokal sebagai berikut :
a.       Lingkup keadaan dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah merupakan segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf hidup masyarakat tertentu yang disesuaikan dnegan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan.
b.      Lingkup isi/jenis muatan lokal, dapat berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai cirri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.
3.      Pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal
Pemberlakuan KTSP membawa implikasi bagi sekolah dalam melaksanakan KBM sejumlah mata pelajaran. Namun untuk mata pelajaran muatan lokal yang merupakan kegiatan kurikuler yang harus diajarkan dikelas tidka mempunyai standar kompetensi dan kompetensi kasarnya yang tidak seperti mata pelajaran lainnya. Hal ini menjadikan kendala bagi sekolah untuk menerapkan mata pelajaran muatan lokal. Pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk pelajaran muatan lokal bukanlah hal yang mudah karena harus dipersiapkan berbagai hal untuk dapat mengembangkan mata pelajaran muatan lokal.
Ada dua pola pengembangan mata pelajaran muatan lokal dalam rangka menghadapi pelaksanaan KTSP. Pola tersebut adalah :
a.       Pengembangan muatan lokal sesuai dengan kondisi sekolah saat ini
Langkah ilangkah pengembangan mata peljaran muatan lokal yang sekolahnya tidak mampu mengembangkannya. Sebagai berikut:
1)      Analisi mata pelajaran muatan lokal yang ada di sekolah. Apakah masih layak dan relevan mata pelajaran muatan lokal diterapkan di skeolah ?
2)      Apabila mata pelajaran muatan lokal masih layak digunakan, hal selanjutnya adalah mengubah mata pelajaran muatan lokal ke dalam SK dan KD
3)      Apabila mata pelajaran muatan lokal tidak layak diterapkan, sekolah bisa menggunakan mata pelajaran muatan lokal dari sekolah lain atau tetap menggunakan mata pelajaran muatan lokal yang ditawarkan oleh dinas atau mengembangkan muatan lokal yang lebih sesuai.
b.      Pengembangan muatan lokal dalam KTSP
Pengembangan mata pelajaran muatan lokal sepenuhnya ditangani oleh sekolah dan komite sekolah ynag membutuhkan penanganan secara professional dalam merencanakan, mengelola, dan melaksanakannya. Dengan demikian, di samping mendukung pembangunan daerah dan pembangunan nasional, perencanaan, pengelolaan maupun pelaksanaan muatan lokal memperhatikan keseimbangan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Perkembangan mata pelajaran muatan lokal oleh sekolah dan komite sekolah dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)      Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah
Hal ini dilakukan supaya didapatkannya data yang dapat menjelaskan spek sosial, ekonomi, budaya dan kekayaan alam . data tersebut dapat diperoleh dari Pemda/Bappeda. Kebutuhan daerah dapat diketahui untuk rencana pembangunan daerah bersangkutan termasuk prioritas pembangunan daerah baik jangka pendek, panjang maupun berkelanjutan, pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis kemampuan dan keterampilan yang diperlukan, dan aspirasi masyarakat menegnai pelestarian alam dan pengembangan daerahnya serta konservasi alam dan pemberdayaannya.
2)      Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal
Dari beberapa sumber seperti diatas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan yang akan mencermikan fungsi muatan lokal, antara lain untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah, meningkatkan keterampilan di bidnag pekerjaan tertentu, meningkatkan kemampuan berwiraswasta, dan meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari-hari.
3)      Membuat bahan kajian muatan lokal
Kegiatan ini bertujuan untuk mendata dan mengkaji berbagai muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sekolah. Penentuan bahan kajian muatan lokal didasarkan pada kriteria  seperti kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik, kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan, tersedianya sarana dan prasarana, tidak bertentangan dengan agama dan nilai leluhur bangsa, tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan, kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di sekolah dan lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi dan situasi daeerah.
4)      Menentukan mata pelajaran muatan lokal
Kegiatan pembelajaran ini pada dasarnya dirancang supaya bahan kajian muatan lokal dapat memberikan bekal, pengetahuan, keterampilan, dan perilaku keapada siswa supaya mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan milai-nilai/aturan berlaku didaerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional.
5)      Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kopetensi Dasar serta silabus dengan mengacu pada standar isi yang diterapkan oleh BSNP
a)      Pengembangan Standar Kompetensi dan Kopetensi Dasar merupakan langkah awal supaya mata pelajaran muatan lokal dapat dilaksanakan. Langkah-langkah dalam mengembangkan  Standar Kompetensi dan Kopetensi Dasar adalah :
(1)   Pengembangan Standar Kompetensi
Standar Kompetensi menentukan kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan.
(2)   Pengembangan Kopetensi Dasar
Kopetensi Dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa, penentuan ini dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli dari  instansi lain yang sesuai.
b)      Pengembangan silabus secara umum mencakup:
Mengembangkan indicator, mengidentifikasi materi pembelajaran, Mengembangkan kegiatan pembelajaran, mengalokasikan waktu, mengembangkan penilaian, dan menentukan sumber belajar.
4.      Pihak yang terlibat dalam pengembangan
Sekolah dan komite sekolah mempunyai wewenang penuh dalam mengembangkan program muatan lokal, sekolah dan komite sekolah dapat bekerja sama dengan unsure-unsur Depdiknas seperti Tim pengembang Kurikulum (TPK) di daerah, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Perguruan Tinggi, dan istansi/lembaga di luar Depdiknas, misalnya pemerintah daerah atau Bapeda, Dinas departemen lain terkait, dunia usaha/industry, tokoh masyarakat. Peran, tugas dan tangggung jawab TPK secara umum adalah mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing, menentukan komposisi/susunan jenis muatan lokal, mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat, menentukan prioritas bahan kajian muatan lokal, dan mengembangkan silabus muatan lokal.
Peran perguruan tinggi dan LPMP adalah memberikan bimbingan dan bantuan teknis dalam mengidentifikasi dan menjabarkan keadaan, potensi dan kebutuhan dalam komposisi muatan lokal, menentukkan masing-masing bahan kajian/pelajaran, menentukkan metode pengajaran yang sesuai dengan peserta didik dan bahan kajian.
Peran instansi di luar Depdiknas secara umum adalah memberikan informasi mengenai potensi daerah yang bersangkutan, memberikan gambaran mengenai kemampuan-kemampuan yang diperlukan pada sector-sektor tertentu, dan memberi sumbangan pemikiran pertimbangan dan tenaga dalam menentukkan muatan lokal yang sesuai dengan norma setempat.
5.      Rambu-rambu  Pelaksanaan Muatan Lokal
Berikut ini rambu-rambu untuk diperhatikan dalam pelaksanaan muatan lokal :
a.       Sekolah yang mampu mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar beserta silabusnya dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal.
b.      Bahan kajian hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berfikir, emosional, dan sosial peserta didik.
c.       Program pengajaran hendaknya dikembangkan dengan melihat kedekatan dengan peserta didik yang meliputi dekat secara fisik dan secara psikis.
d.      Bahan kajian/pelajaran hendaknya memberikan keluwasan bagi guru dan memilih metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan narasumber.
e.       Bahan kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh artinya yang kemgacu kepada suatu tujuan pembelajaran supaya dapat bermakna kepada peserta didik.
f.       Alokasi waktu untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap semester.
6.      Silabus
Komponen silabus minimal memuat: identifikasi sekolah, standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi pembelajaran, materi pembelajaran, indicator, kegiatan pembelajaran, alokasi waktu, penilaian dan sumber belajar.
7.      Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Setelah silabus selesai dibuat, guru perlu merencanakan pelaksanaan pembelajaran untuk satu kali tatap muka. Pembelajaran minimal memuat tujuan pembelajaran, indicator, materi ajar/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, metode pembelajaran, dan sumber belajar.
8.      Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian adalah penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi, penilaian menggunakan acuan kriteria (berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran), sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan, hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut dan sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran.

D.    Pengembangan Diri dalam Kurikulum
1.      Hakikat Pengembangan Diri
Istilah pengembangan diri di sini tampaknya dapat disepadankan dengan istilah pengembangan kepribadian yang sudah lazzim digunakan dan banyak dikenal. Meskipun sebetulnya istilah diri (self) tidak sepenuhnya identik dengan kepribadian (personality). Istilah diri dalam bahasa psikologi disebut pula sebagai aku, ego atau self yang merupakan salah satu aspek sekaligus inti dari kepribadian. Di dalam istilah tersebut meliputi segala kepercayaan, sikap perasaan dan cita-cita baik yang disadari maupun tidak. 
2.      Pelaksanaan kegiatan pengembangan diri
Secara konseptual, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 kita mendapati rumusan tentang pengembangan diri sebagai berikut “pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus disusun oleh guur. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresiakn diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dnegan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dnegan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajarm dan pengembangan karier peserta didik.”
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terjadi pengurangan jumlah jam efektif setiap minggunya. Namun dengan adanya pengembangan diri, sebetulnya aktivitas pembelajaran diri siswa tidaklah berkurang.  Siswa justru akan lebih disibukkan lagi dengan berbagai kegiatan pengembangan diri yang lebih bersifat ekspresif, tanpa “terkerangkeng” di dalam ruangan kelas. Dalam hal ini peran bimbingan dan konseling menjadi sangat penting. Tetapi sekarang ini bimbingan dan konseling lebih mengutamakan pendekatan pengembangan diri dibandingkan pendekatan klinis. Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan perbedaan kedua pendekatan tersebut :
Pendekatan pengembangan diri bersifat pedagogis, melihat potensi siswa, berorientasi pengembangan potensi positif siswa, menggembirakan siswa, dialog konselor menyentuh siswa, siswa terbuak, bersifat himanistik-religius, siswa sebagai subjek memegang peranan, memutuskan tentang dirinya, dan konselor hanya membantu dan memberi alternatif.
Pendektan klinis lebih bersifat klinis, melihat kelemahan klien, berorientasi pemecahan masalah siswa, konselor serius, siswa sering tertutup, dialog menekan perasaan siswa dan siswa sebagai objek. Dengan demikian, layanan bimbingan dan konseling yang memiliki fungsi pengembangan seperti layanan pembeljaran, penempatan dan bimbingan kelompok. Dari uraian diatas tampak bahwa pengembangan diri akan mencakup banyak kegiatan sekaligus juga banyak melibatkan orang. Untuk itu diperlukan pengelolaan dan pengorganisasian tersendiri.
Pengembangan diri di sekolah merupakan salah satu komponen penting dari struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diarahkan guna terbentuknya keyakinan, sikap, perasaan, dan cita-cita para peserta didik yang realistis.

          
          

           





















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat kami simpulkan bahwa didalam manajemen kurikulum terdapat fungsi-fungsi yang mendukung dalam penyelenggaran kurikulum pendidikan yaitu pengelolaan perencanaan kurikulum, pengelolaan implementasi kurikulum, pengelolaan pelaksanaan evaluasi kurikulum, pengelolaan perumusan penetapan kriteria dan pelaksanaan kenaikan kelas/kelulusan, pengelolaan pengembangan bahan ajar, media pembelajaran, dan sumber belajar. Istilah kurikulum semula berasal dari istilah yang dipergunakan dalam dunia atletik curere yang berarti “berlari”. Istilah tersebut erat hubungannya dengan kata curier atau kurir yang berarti penghubung atau seseorang yang bertugas menyampaikan sesuatu kepada orang  atau tempat lain. Seorang kurir harus menempuh suatu perjalanan untuk mencapai tujuan, maka istilah kurikulum kemudian diartikan orang sebagai “suatu jarak yang harus ditempuh” (Nasution, 1980:5) Dari istilah atletik, kurikulum mengalami perpindahan arti ke dunia pendidikan. Pengertian kurikulum yang tercantum dalam Webster’s International Dictionary yaitu curriculum is a course, a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to a degree. Kurikulum kemudian diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetahuan yang ditempuh atau dikuasai untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah. Namun, seiring perkembangan zaman, pengertian tersebut dianggap kuno atau tradisional karena terlalu sempit dan terbatas. Jadi dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah esuatu yang mendasari adanya pembelajarn yang didalamnya terdapat aspek-aspek yang menjadikan indicator untuk pencapain dalam pembelajaran.









Daftar Pustaka

Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Nasution, S. 1980. Asas-Asas Kurikulum. Bandung: Jemmars
Rusman. 2011. Manajemen Kurikulum. : Rajawali Pers
Rusman. 2011. Manajemen Kurikulum. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Surahmad, Winarno. 1977. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Proyek Pengadaan Buku Sekolah Pendidikan Guru
Syam, Moh. Noor. 1978. Pengantar Filsafat Pendidikan. Malang: Badan Penerbitan FIP IKIP Malang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar