Rabu, 13 April 2016

Perekonomian masyarakat desa



Masyarakat Desa Kota
“Perekonomian Masyarakat Desa”





Disusun oleh:
Hertin Eka Rahmawati        14416241027
Sri Wulandari                        14416241045
Caecilia Erika Pawestri        14416241047
Pendidikan IPS (A) 2014








Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang adil dan merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, seperti: masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat porsi yang kecil dan tertinggal. Kesenjangan di daerah ini semakin diperburuk karena adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan). Ketidakberdayaan masyarakat pedesaan salah satunya akibat kebijakan yang mismatch di masa lalu, yaitu kebijakan yang melupakan sektor pertanian sebagai dasar keunggulan komparatif maupun kompetitif. Sesungguhnya pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat pedesaan itu sendiri, tetapi juga membangun kekuatan ekonomi Indonesia berdasarkan kepada keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki Titik berat pembangunan jangka panjang adalah pembangunan bidang ekonomi dengan sasaran utama mencapai keseimbangan antara bidang pertanian dengan industri. Untuk mencapai ini diperlukan kekuatan dan kemampuan sektor pertanian guna menunjang pertumbuhan di sektor industri yang kuat dan maju. Kondisi tersebut dapat dilihat dari arah pembangunan oleh pemerintah yakni membangun sektor pertanian yang tangguh. Hal tersebut sangat beralasan karena lebih dari 70% penduduk di pedesaan bergantung pada sumber pendapatan dari pertanian (www.wbh.or.id). Dan hal yang demikian membuat system perekonomian masyarakat desa menjadi memudar. Sistem perekonomian masyarakat desa atau system ekonomi subsitensi. Ekonomi subsitensi mengandung makna hemat bagi para penduduk desa yang umunya bertani, menjauhkan diri dari sikap konsumtif yang mencolok dan kurang hemat, seperti kebnayakan penduduk kota.
Hal ini di tunjang oleh harkat keterpandangan suatu keluarga di desa yang sangat di tentukan oleh keberhasilan membina ketenangan keluarga, luas tanah pertanian, banyaknya ternak, kendaraan yang digunakan kerja harta warisan, dan kesemuanya dapat dilihat dengan mata serta berjangka guna dalam waktu relative panjang. Sehingga dapat dikatakan system ekonomi subssitensi berlawanan dengan ekonomi pasar yang merupakan dasar pola konsumtif masyarakat kota. Walaupun akhir-akhir ini dikembangkan pola keterbukaan informasi yang menelusup di berbagai segi kehidupan, pola ekonomi subsistensi tetap bertahan di kawasan pedesaaan. Terlebih-lebih didesa yang terisolir, pola system subsistensi tetap mendominir (Hasan, Zaini & Salladin, 1996: 252).

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut adanya sebuah permasalahan yaitu
1.      Apa Pengertian Desa?
2.      Apa Ciri-Ciri Perekonomian Desa?
3.      Bagaimana Struktur Perekonomian Desa?
4.      Bagaimana Perekonomian Masyarakat Desa?
5.      Bagaimana Perubahan Perekonomian Desa?
6.      Apa Contoh Perekonomian Masyarakat Desa?
7.      Bagaimana Gambaran Ekonomi Subsistensi?

C.    Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut tujuan dari penyusanan makalah tersebut adalah
1.      Mengetahui Pengertian Desa
2.      Mengetahui Ciri-Ciri Perekonomian Desa
3.      Mengetahui Struktur Perekonomian Desa
4.      Mengetahui Perekonomian Masyarakat Desa
5.      Mengetahui Perubahan Perekonomian Desa
6.      Mengetahui Contoh Perekonomian Masyarakat Desa
7.      Mengetahui Gambaran Ekonomi Subsistensi






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian desa
Desa dalam pengertian umum menurut mendia UNAND adalah sebagai suatu gejala yang bersifat universal, terdapat dimana pun di dunia ini, sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan yang terutama yang tergantung pada sektor pertanian (fisip.unand.ac.id).
Pengertian Desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Misalnya, Egon E. Bergel (1955: 121), mendefinisikan desa sebagai “setiap pemukiman para petani (peasants)”. Sebenarnya, faktor pertanian bukanlah ciri yang harus melekat pada setiap desa. Ciri utama yang terlekat pada setiap desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil.
Landis (eprints.uny.ac.id) terdapat tiga definisi tentang desa yaitu pertama desa itu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2.500 orang, kedua desa adalah suatu lingkungan yang penduduknya mempunyai hubungan yang saling akrab serba informal satu sama lain, dan yang ketiga desa adalah suatu lingkungan yang penduduknya hidup dari pertanian Menurut UU no 22 tahun 1999 (file.upi.edu) tentang pemerintah daerah pasal I yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mngatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten
Serta menurut UU no 6 tahun 2014 pasal 1 tentang desa menjelaskan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
R.Bintarto (1983:11) menjelaskan desa ialah
“suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah sautu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik dan cultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain”

Sementara itu dalam media UNAND pengertian desa menurut Koentjaraningrat (1977) ialah melalui pemilahan pengertian komunitas dalam dua jenis, yaitu komunitas besar (seperti: kota, negara bagian, negara) dan komunitas kecil (seperti: band, desa, rukun tetangga dan sebagainya). Dalam hal ini Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai “komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat” (1977:162). Koentjaraningrat tidak memberikan penegasan bahwa komunitas desa secara khusus tergantung pada sektor pertanian. Dengan kata lain artinya bahwa masyarakat desa sebagai sebuah komunitas kecil itu dapat saja memiliki ciri-ciri aktivitas ekonomi yang beragam, tidak di sektor pertanian saja.
Selanjutnya, menurut Paul H. Landis (1948:12-13), seorang sarjana sosiologi perdesaan dari Amerika Serikat, mengemukakan definisi tentang desa dengan cara membuat tiga pemilahan berdasarkan pada tujuan analisis. Untuk tujuan analisis statistik, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2500 orang. Untuk tujuan analisa sosial-psikologi, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan yang akrab dan serba informal di antara sesama warganya. Sedangkan untuk tujuan analisa ekonomi, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya tergantung kepada pertanian (fisip.unand.ac.id, 2013).
Menurut kompasiana desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri, atau desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Suatu pedesaan masih sulit umtuk berkembang, bukannya mereka tidak mau berkembang tapi suatu hal yang baru terkadang bertentangan dengan apa yang leluhur hereka ajarkan karna itu masyarakat pedasaan sangat tertutup dengan hal-hal yang baru karena mereka masih memegang teguh adat-adat yang leluhur mereka ajarkan. Disuatu desa sangat terjangkau fasilitas seperti rumah sakit, sekolah, apotik atau prasarana dlm hal pendidikan dan kesehatan maupun teknologi mereka masih mengandalkan dukun atau paranormal dlm hal kesehatan mungkin hanya puskesmas yang ada di desa tapi itupun belum tentu ada di setiap daerah. Maupun pendidikan masih kurangnya sarana pendidikan didesa didlm sutu kecamatan terkadang hanya satu atau dua sekolahan saja, karena susahnya bantuan masuk dari pemerintah untuk membangun sekolah-sekolah di daerah desa dan  terkadang jarang guru yang mau mengajar di daerah pedesaan (www.kompasiana.com, 2011).
Dengan demikian penegrtian desa jelas memberi gambaran suatu kelompok manusia atau masyarakat yang aktivitasnya berkaitan dengan elemen lingkungan alam atau lingkungan fisik maupun sosial kemasyarakatan, dan memiliki komunikasi dengan daerah lain, secara lancer dan terbuka dan kurang lancer atau terisolir dari dan dengan daerah lain.

B.     Ciri-Ciri Perekonomian Desa
Menurut kompasiana cirri yang menonjol pada masyarakat pedesaan yaitu :
1.      Kehidupan didesa masyarakatnya masih memegang teguh keagamaan atau adat dari leluhur mereka.
2.      Warga pedesaan lebih condong saling tolong-menolong tidak hidup individualisme
3.      Warga pedesaan mayoritas memiliki pekerjaan sebagai petani.
4.      Fasilitas-fasilitas masih sulit ditemukan dipedesaan
5.      Warganya masih sulit untuk menerima hal baru atau mereka tertutup dengan hal-hal yang baru

C.     Struktur Perekonomian Desa
Sebagai masyarakat pedesaan, sudah barang tentu dengan segala kearifannya masyarakat selalu memanfaatkan seoptimal mungkin potensi almnya, mulai dari bertami, berkebun, berternak dan industri bata. Ketergentungan mereka terhadap lahan sangat kental nuansa ekonomi maupun sosialnya. Sacara ekonomis, lahan dapat menjadi sumber kehidupan ekonomi keluarga selain itu, mereka juga melakukan aktivitas penunjang atau usaha sambilan yang diposisikan sebagai bentuk memenuhi kepentingan makan. Menurut tradisi masyarakat berternak sebenranya tidak hanya menjadi bagian untuk meunjang ekonomi keluarga, tetapi juga bisa menjadi bentuk investasi keluarga, yang bisa di gunakan untuk biaya mendirikan rumah, pernikahan, atau pendidikan anak.
Dengan cara produksi dan pendapatan ekonomi keluarga, dapat diketahui bahwa lapangan kerja masyarakat masih relatif homogen. Dalam hubungan ini, norma-norma dan tradisi yang mengatur pengolahan lahan diharapkan bida arif dan bijaksana, karena fungsi lahan juga mengandung nilai-nilai sosial yang perlu dikembngkan jika komunitas ini butuh perkembangannya.

D.    Perekonomian Masyarakat Desa
Ketimpangan pertumbuhan penduduk kawasan pedesaan dan perkotaan yang terjadi akhir-akhir iniperlu diamati dengan cermat. Karena apabila tidak di antisipasi secara dini akan dapat menimbulkan permasalahan yang rumit dan berkepanjangan, khususnya di bidang sosial. Pembangunan desa yang cukup berhasil khusunya dalam program permasyarakatan keluarga berencana ataupun karena fasilitas desa yang bertambah sehingga mampu mengubah status dari desa-desa menjadi kota-desa. Tapi apabila hal tersebut di akibatkan karena arus urbanisasi semata maka akan menjadi sebuah permasalahan didesa. Menurut klasifikasi sosial-budaya yang di seluruh Indoensia terdiri dari kurang lebih 5000 jenis bahasa daerah, sehingga tampaknya dari segi bahasa sangat heterogen. Namun, bila kita amati lebih dalam ternyata cenderung adanya homogenitas masyarakat pedesaaan. Kenampakannya lebih cenderung ke arah memegang teguh tradisi, mantapnya etnosentrisme masyarakat kawasan pedesaan.
Ekonomi Subsistensi. Berbeda dengan pedesaan di Negara-megara Eropa, Amerika, maupun Australia, penduduk pedesaan Indonesia lebih menyakini keterbukaan ada para pendatang, lebih bersahabat, dan lebih murah senyum. Bahkan nilai-nilai komerialisme tidak tampak, yang menonjol nilai gotong-royong (Hasan, Zaini & Salladin, 1996: 251).
Adapun yang dimaksud dengan gotong-royong menurut Koentjaraningrat sebagi berikut
“…. dalam kehidupan masyarakat desa di Jawa, gotong-royong merupakan suatu system pengnerahan tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga, untuk mengisi kekurangan tenaga pada masa-masa sibuk dalam lingkaran aktivitas produksi bercoccok tanam di sawa” (Bintarto, 1980:9)

Untuk keperluan itu seseorang meinta dengan adat sopan santun kepada beberapa orang lain sedesanya untuk membantunya dalam hal bertani maupun kegiatan lain di luar pertanian, tanpa memungut biaya, namun petani tersebut harus berkewajiban untuk membantu apabila yang dimintai tolong saat ini ganti membutuhkannya (salladien, 1989:3 ( melalui Hasan, Zaini & Salladin, 1996: 251)). Seiring berkembangnya zaman barter tenaga sekarang berganti menggunakan upah.
Gotong royong juga sering dikatakan pula sebagai ekonomi subsitensi Indonesia yang mengakar dengan tujuan barter tenaga yang disertai cita-cita luhur demi kesejahteraan dan kebersamaan penduduk desa. Ekonomi subsitensi mengandung makna hemat bagi para penduduk desa yang umunya bertani, menjauhkan diri dari sikap konsumtif yang mencolok dan kurang hemat, seperti kebnayakan penduduk kota.
Hal ini di tunjang oleh harkat keterpandangan suatu keluarga di desa yang sangat di tentukan oleh keberhasilan membina ketenangan keluarga, luas tanah pertanian, banyaknya ternak, kendaraan yang digunakan kerja harta warisan, dan kesemuanya dapat dilihat dengan mata serta berjangka guna dalam waktu relative panjang. Sehingga dapat dikatakan system ekonomi subssitensi berlawanan dengan ekonomi pasar yang merupakan dasar pola konsumtif masyarakat kota. Walaupun akhir-akhir ini dikembangkan pola keterbukaan informasi yang menelusup di berbagai segi kehidupan, pola ekonomi subsistensi tetap bertahan di kawasan pedesaaan. Terlebih-lebih didesa yang terisolir, pola system subsistensi tetap mendominir (Hasan, Zaini & Salladin, 1996: 252).

E.     Perubahan Perekonomian Desa
Keterbukaan desa menjadikan desa adalah kepanjangan kota, artinya desa yang terisolir seratus persen hampir tidak ada, hal itu membawa dampak selain sosial-budaya yang berubah juga mata pencaharian penduduk yang berubah. Dahulu kala pekerjaan masyarakat desa umunya di bidang usaha sector tradisional, kemudian berubah ke sector formal bagi mereka yang berpendidikan, saat ini menuju ke sector informal, misalnya pedagang kecil tukang becak, tukang ojek, penjaja jasa lainnya (salladien, 1985: 64 (melaui Hasan, Zaini & Salladin .1996)). Hal tersebut pula oleh kemajuan jalur-jalur transpportasi yang mulus. Dampak lebih jauh adanya keterbukaan desa, mereka berpengharapan pindah ke kota atau urbanisasi akan dapat meningkatkan penghasilan, pendidikan, pekerjaan, keternagakerjaan dan sebagainya apabila tanpa upaya kebijakan yang tepa menyebabkan desa hanya ditinggali oelh mereka yang tua tua, kurang inovatif, kurang terdidik, berpenyakitan, sehingga dapat merugikan desa itu sendiri.
Pada masa lampau usaha di bidang pertanian dapat mencukupi kebutuhan tiap keluarga, pada saat ini penghasilan dari usaha di bidang pertanian kurang mencukupi, karena luas areal pertanian yang tetap sedangkan jumlah penduduk keluarga petani makin bertambah, sehingga luas lahan pertanian perkeluarganya menyempit, dampaknya penghasilan rerarta tiap keluarga petani menurun (salladien 1985:4 (melaui Hasan, Zaini & Salladin .1996)). Disamping itu Clout 1984:35 (melalui Hasan, Zaini & Salladin .1996) kebutuhan tiap keluarga meningkat pula, selarasa dengan informasi yang diteriam lewat media-media, misalnya dahulu cukup memiliki sepeda tapi sekarang membutuhkan speeda motor karena jarak tempuh yang jauh, dahulu cukup makan nasi dan garam sekarang makan-makanan yang lain, dan hal itu membutuhkan dana lebih tinggi. Maka berupayalah mereka lewat berbagai kegiatan ekonomi, sehingga akhirnya terjadi ketebukaan ekonomi dan muali meninggalkan system ekonomi subsitensi yang mononton.


F.      Contoh Perekonomian Masyarakat Desa
Mata pencaharian pokok penduduk desa Anjun berdasarkan data dari Kantor Desa Anjun, mayoritas dari sektor industri, yaitu sekitar 170 orang. Masyarakat dari sektor perdagangan 100 orang dan sektor pertanian 45 orang, yang terdiri dari petani pemilik sawah 15 orang, petani peladang tanah kering 10 orang dan buruh tani 20 orang. sedangkan pegawai negeri orang yang terdiri  dari berbagai instansi seperti Depdikbud 5 orang, guru 8 orang, Perindustrian 3 orang, Depag 1 orang, Puskesmas 1 orang, Peternakan 1 orang, Kehakiman 1 orang, dan dari PU 1 orang. Yang mengabdi di bidang kesehatan ada 3 orang, yaitu sebagai dukun bayi. Sebagai anggota ABRI 3 orang yang terdiri dari AURI dan Polri. Pensiunan baik dari pegawi negeri maupun dari ABRI sekitar 8 orang. Terakhir yang bergerak di bidang per­tukangan 15 orang yang terdiri dari tukang kayu 6 orang, tukang batu 6 orang, tukang cukur 1 orang, tukang jahit 1 orang, dan tukang jam 1 orang. Warga Anjun juga ada yang bergerak di bidang angkutan yaitu 1 orang dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Sektor Industri merupakan pillhan terbanyak penduduk. Hal ini dapat dimengerti mengingat potensi dan yang cukup besar untuk mengusahakan keramik. Tidak seperti daerah pedesaan lain, di mana pertanian merupakan sumber yang diandalkan dalam kehidupan masyarakatnya. Masyarakat desa Anjun kurang tertarik untuk menekuni bidang pertanian, kecuali bagi petani pemilik. Tanah pertaniannya sebagaian besar masih dilakukan dengan cara sederhana, tergantung pada curah hujan. Oleh karena itu persawahannya disebut “Sawah tadah hujan”.
Kehidupan perekonomian masyarakat Anjun sangat tergantung kepada iklim, misalnya pada musim banyak hujan dan musim kemarau yang panjang akan menyebabkan perkembangan ekonomi mereka menurun. Ini dikaitkan dengan keterbatasan waktu untuk melakukan kegiatan dalam mempersiapkan bahan-bahan baku seperti tanah liat dan lain-lain. Sedangkan bila cuaca dalam ke da­an biasa, ini memang lebih menguntungkan secara ekonomis (wordpress.com, 2011)
G.    Gambar ekonomi subsistensi
Description: https://banuaw.files.wordpress.com/2010/12/untitled-11.jpg        Description: https://sultanluckq.files.wordpress.com/2012/11/pedesaan.jpg

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrGbfTRmTQ-lMInCU4x4BI_Zwijka7CLS3YV3enE2rJUouVM7dfimDFcWFpv7GFwHyTVjlB5b41LvULWOGwrlVy5xGLo2WILUw9BCniGv6QHh4VhaSQIf-IYoFTa_ELLznOsa6bu-iUtG_/s1600/3.bmp Description: https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSaRFuKaQSluIhp_Dww19GP9VUgeXFI8tdcACtsv7dLAGjjsNInSQ Description: https://dangdutpantura.files.wordpress.com/2012/07/jalandesa.jpgDescription: http://static.skalanews.com/media/news/images/thumbs-635-425/perikanan_air_tawar1.png Description: https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSBVc2BJ5sYICqnkkZTExFWzWC-1iNDF1U9m0wTu0ucAVnzO0c Description: http://bandung.panduanwisata.id/files/2015/01/pemetik-teh-dari-wisataindonesia.biz_.jpg












BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Desa menurut UU no 6 tahun 2014 pasal 1 adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada masa lampau usaha di bidang pertanian dapat mencukupi kebutuhan tiap keluarga, pada saat ini penghasilan dari usaha di bidang pertanian kurang mencukupi, karena luas areal pertanian yang tetap sedangkan jumlah penduduk keluarga petani makin bertambah, sehingga luas lahan pertanian perkeluarganya menyempit, dampaknya penghasilan rerarta tiap keluarga petani menurun (salladien 1985:4 (melaui Hasan, Zaini & Salladin .1996)). Disamping itu Clout 1984:35 (melalui Hasan, Zaini & Salladin .1996) kebutuhan tiap keluarga meningkat pula, selarasa dengan informasi yang diteriam lewat media-media, misalnya dahulu cukup memiliki sepeda tapi sekarang membutuhkan speeda motor karena jarak tempuh yang jauh, dahulu cukup makan nasi dan garam sekarang makan-makanan yang lain, dan hal itu membutuhkan dana lebih tinggi. Maka berupayalah mereka lewat berbagai kegiatan ekonomi, sehingga akhirnya terjadi ketebukaan ekonomi dan muali meninggalkan system ekonomi subsitensi yang mononton.
Hal ini di tunjang oleh harkat keterpandangan suatu keluarga di desa yang sangat di tentukan oleh keberhasilan membina ketenangan keluarga, luas tanah pertanian, banyaknya ternak, kendaraan yang digunakan kerja harta warisan, dan kesemuanya dapat dilihat dengan mata serta berjangka guna dalam waktu relative panjang. Sehingga dapat dikatakan system ekonomi subssitensi berlawanan dengan ekonomi pasar yang merupakan dasar pola konsumtif masyarakat kota. Walaupun akhir-akhir ini dikembangkan pola keterbukaan informasi yang menelusup di berbagai segi kehidupan, pola ekonomi subsistensi tetap bertahan di kawasan pedesaaan. Terlebih-lebih didesa yang terisolir, pola system subsistensi tetap mendominir (Hasan, Zaini & Salladin, 1996: 252).



Daftar Pustaka

Clout, Hugh . 1984. Rural Geography, An Introductory Survey. Toronto:Pegamon Press
Bintarto, R. 1980. Gotong-royong, suatu karakteristik bangsa Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu
Hasan, Zaini & Salladin .1996. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Salladien. 1985. Permasalahan keluarga urbanit di kotamasdya Surabaya dan kota masya malang, dari tahun 1976 sampai dengan tahun 1980. Yogyakarta: UGM Press
Anonim. 2012. Corak dan Pola Kehidupan Ekonomi Pedesaan Masyarakat Plered. Dikutip pada laman https://adrianamurwonegoro.wordpress.com/2011/06/13/corak-dan-pola-kehidupan-ekonomi-pedesaan-masyarakat-plered/ pada tanggal 2 November 2015 pukul 12:02
Anonim. 2012. Ppemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan. Dikutip pada laman http://www.wbh.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=174:pemberdayaan-ekonomi-masyarakat-pedesaan&catid=52:terkini&Itemid=80 pada tanggal 1 November 2015 pukul 19:42 WIB
Anonim. Dikutip pada laman http://eprints.uny.ac.id/8611/3/BAB%202%20-%2008413244027.pdf   pada tanggal 2 November 2015 pukul 12:34 WIB
Indrizal, Edi. Memahami Konsep Perdesaan dan Tipologi Desa Di Indonesia. Dikutip pada laman http://fisip.unand.ac.id/media/rpkps/EdiIndrizal/M3.pdf pada tanggal 2 November 2015 pukul 10:00 WIB
Santosa, Ayi Budi. Dikutip dari laman http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/196303111989011-AYI_BUDI_SANTOSA/masyarkat_pedesaan/I.pdf pada tanggal 2 November 2015 pukul 10: WIB
Saputra, Octha. 2015. Perbedaan Masyarakat Kota dan desa. Dikutip pada laman http://www.kompasiana.com/ochtatutgujes/perbedaan-masyarakat-kota-dan-desa_5518947c81331103699de86c pada tanggal 2 November 2015 pukul 12: 45 WIB



Tidak ada komentar:

Posting Komentar