A.
Teori-
Teori Sosiologi
1.
Teori Evolusi Sosial Herbert Spencer
dalam
bukunya yang berjudul Principles of
Sociology (1876-1896) Herbert Spencer, seorang sosiolog Inggris yang banyak
menggunakan bahan-bahan etnogafi secara luas dan sistematis mengemukakan Teori
Evolusi Sosial sebagai berikut:
a. Masyarakat
yang merupakan suatu organism, berevolusi menurut pertumbuhan manusia seperti
tubuh yang hidup, masyarakat bermula seperti kuman yang berasal dari massa yang
dalam, sega hal dapat di bandingkan dengan massa itu dan sebagian di antaranya
akhirnya dapat didekati (Spencer dalam Lauer, 2003:80)
b. Suku
Primitif berkembang melalui peningkatan jumlah anggotanya, perkembangan itu
mencapai suatu titik di mana suatu suku terpisah menjadi beberapa suku yang
secara bertahap timbul beberapa perbedaan satu sama lain. Perkembangan ini
dapat terjadi, seperti pengulangan maupun terbentuk dalam proses yang lebih
luas dalam penyatuan beberapa suku. Pernyatuan itu terjadi tanpa melenyapkan
pembagian yang sebelumnya disebabkan oleh pemisahan.
c. Pertumbuhan
masyarakat tidak sekedar menyebabkan perbanyakan san penyatuan kelompok, tetapi
juga meningkatkan kepadatan penduduk atau meningkatkan solidaritas, bahkan
memajukan massa yang lebih akrab.
d. Dalam
tahapan masyarakat yang belum beradab (uncivilized)
itu bersifat homogeny karena mereka terdiri dari kumpulan masnusia yang
memiliki kewengan, kekuasaan dan fungsi yang relative sama, terkecuali masalah
jenis kelamin.
e. Suku
nomanden memiliki ikatan karena dipersatukan oleh ketundukkan kepada pemimpin
suku. Ikatan ini mengikat hingga mencapai masyarakat beradab yang cukup untuk
diintegrasikan bersama “selama 1000 tahun lebih”.
f. Jenis
kelamin pria, diindentikan dengan symbol-simbol yang menuntut kekuatan fisik,
seperti keprajuritan, pemburu, nelayan dan lain-lain.
g. Kepemimpinan
muncul sebagai konsekuensi munculnya keluarga yang sifatnya tidak tetqap atau
nomenden.
h. Wewenang
dan kekuasaan seseorang ditentukan oleh kekuatan fisik san kecerdikan
seseorang, selanjutnya kewenangan dan kekuasaan tersebut memiliki sifat yang
diwariskan dalam keluarga tertentu.
i.
Peningaktan kapasitas pun menandai
proses pertumbuhan masyarakat. Organisasi-organisasi sosial yang mulanya masih
samar-samar, pertumbuhannya mulai mantap secara perlahan-lahan, kemudian adat
menjadi hukum, hukum menjadi semakin khusus dan institusi sosial semakin
terpisah berbeda-beda. Jadi, dalam berbagai hal memenuhi formula evolusi. Ada
kemajuan menuju ukuran, ikatan, keanekaragaman bentuk, dan kepastian yang
semakin besar (Spencer dalam Lauer, 2003:81)
j.
Perkembanngan pun ditandai oleh adanya
pemisahan unsur-unsur religious dan sekuler. Begitu pun system pemerintahan
bertambah kompleks, diferensiasi pun timbul dalam organisasi sosial termasuk
tumbuhnya kelas-kelas sosial dalam masyarakat yang ditandai oleh siuatu
pembagian kerja.
2.
Teori Dramaturgi Erving Goffman
Teori
Dramatugi dari Erving Goffman tersebut tertuang dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self in everyday Life (1959)
dan Encounters; Two Studies of Sociology
of Interaction(1961). Goffman tidak berupaya menitikberatkan pada stuktur
sosial, melainkan pada interaksi tatap muka atau kehadiran bersama (Co-presence). Menurutnya interaksi tatap
muka itu dibatasi (1959:15) sebagai individu yang saling memengaruhi
tindakan-tindakan mereka satu sama lain ketika masing-masing berhadapan secara
fisik. Secara lebih rinci, Teori Dramaturgi Goffman tersebut dapat dikemukakan
sebagai berikut;
a. Dalam
suatu situasi sosial, seluruh kegiatan dari partisipan tertentu disebut sebagai
suatu penampilan (performance), sedangkan
orang-orang lain yang terlibat di dalam situasi itu disebut sebagai pengamat
atau partisipan lainnya.
b. Para
actor adalah mereka yang melakukan tindakan-tindakan atau penampilan ritun.
Yang dimaksud tindakan rutin (Routine) disini
Goffman (1974:16) membatasi sebagai pola tindakan yang telah ditetapkan
sebelumnya, terungkap pada saat melakukan pertunjukkan dan yang juga dapat
dilakukan maupun di ungkapkan dalam kesempatan lain.
c. Individu
dapat menyajikan suatu show (pertunjukan) bagi orang lain, tetapi kesan (impression) pelaku terhadap pertunjukkan
tersebut dapat berbeda-beda. Seseorang dapat bertindak sangat menyakinkan atas
tindakan yang diperlihatkannya, walaupun sesungguhnya perilaku sehari-harinya
tidaklah mencerminkan tindakan yang demikian.
d. karena itulah perlu
dibedakan anatara panggung depan (front
region) dengan panggung belakang (back
stage). Panggung depan adalah bagian penampilan individu yang secraa
teratur berfungsi sebagai metode umum untuk tampil di depan public sebagai
sosok ideal.
e. Sedangkan
pada panggung belakang, terdapat sejenis “masyarakat rahasia” yang tidak
sepenuhnya dapat dilihat di atas permukaan (1959:105). Dalam hal ini tidak
mustahil bahwa tradisi dan karakter pelaku sangat berbeda dengan apa yang
dipentaskan di depan. Dengan demikian, ada kesenjangan peranan mauoun
keterikatan peranan ataupun role
embracement (Goffman. 1961: 314-315).
B.
Teori-teori
Antropologi
1.
Teori Evolusi Kebudayaan Lewis H.Morgan
Lewis
H.Morgan (1818-1881) adalah seorang perintis antropolog Amerika terdahulu, pada
awal kariernya adalah seorang ahli hukum yang banyak melakukan penelitian suku
Indian di hulu Sungai St. Lawrwnce deket kota New York. Karya terpentingnya
berjudul Ancient Society (1987) yangn
memuat delapan tahapan tentang evolusi kebudayaan secara universal. Adapun dari
delapan tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Zaman
Kiar Tua, merupakan zaman sejak adanya manusia sampai manemukan api, kemudian
manusia menemukan kepandaian meramu dan mencari akar-akar tumbuhan liar.
b. Zaman
Liar Madya, merupakan zaman di mana manusia menemukan senjata busur dan panah.
Pada zaman ini pula manusia mulai mengubah mata pencahariannya dari meramu menjadi
pencari ikan di sungai-sungai sebagai pemburu.
c. Zaman
Liar Muda, pada zaman ini manusia dari persenjataan busur dan panah sampai
mendapatkan barang-barang tembikar, namun kehidupannya masih berburu.
d. Zaman
Barbar Tua, pada zaman ini sejak pandai membuat tembikar sampai mulai berternak
maupun bercocok tanam
e. Zaman
Barbar Madya, yaitu zaman sejak manusia berternak dan bercocok tanam sampai
kepandaian membuat benda-benda atau alat-alat dari logam
f. Zaman
Barbar Muda, yaitu zaman sejak manusia memiliki kepandaian membuat lat-alat
dari logam sampai mengenal tulisan
g. Zaman
Peradaban Purba, menghasilkan beberapa peradaban klasik zaman batu dan logam
h. Zaman
Peradaban masa kini, sejak zaman peradaban tua atau klasik sampai sekarang
2.
Teori Evolusi Keluarga J.J. Bachoven
J.J.
Bachoven adalah seorang ahli hukum Jerman yang banyak mempelajari etnografi
berbagai bangsa (Yunani, Romawi, Indian termasuk juga Asia Afrika). Karya
monumentalnya ditulis sengan judul Das
Mutterrecht atau Hukum Ibu
(1967). Inti teori Evolusi Keluarga dari Bachoven tersebut bahwa seluruh
kelurga di seluruh dunia mengalami perkembangan melalui empat tahap
(Koentjaraningrat, 1987: 38-39) sebagai berikut:
a. Tahap
Promiskuitas, manusia hidup serupa binatang berkelompok, laki laki dan
perempuan berhubungan dengan bebas dan melahirkan keturunannya tanpa ikatan.
Kelompok-kelompok keluarga inti belum ada pada waktu itu. Keadaan tersebut
merupakan tingkat pertama dalam proses perkembangan masyarakat manusia.
b. Lambat
laun manusia sadar akan hubungan anatar ibu dengan anaknya sebagai suatu
kelompok keluarga inti dalam masyarakat. Oleh karena itu, pada masa ini
anak-anak mulai mengenal ibunya, belum mengenal ayahnya. Di situlah peran ibu
merangkap sebagai kepala keluarga atau rumah tangga. Pada masa itu pula
hubungan atau perkawinan antara ibu dengan anak dihindari, dengan demikian
timbul adat eksogami. Pada system masyarakat yang makin luas, hal demikian
dinamakan system matriarchate, di
mana garis keturunan ibu sebagai satu-satunya yang diperhitungkan.
c. Tingkat
berikutnya adalah system patriarchate, di
mana ayah menjadi kepala keluarga. Perubahan dari matriarchate ke patriarchate tersebut
trejadi setelah kaum pria tidak puas dengan keadaan sosial yang mengedepankan
peranan perempuan (ibu). Ia kemudian mengambil calon-calon istri dari kelompok
yang berbeda untuk di bawa ke kelompoknya sendiri. Dengan demikian, keturunan
yang mereka dapatkan pun tetap tinggal dalam kelompok pria. Kejadian itulah
yang secara lambat laun mengubah tradisi matriarchate
ke patriarchate.
d. Pada
tingkat yang terakhir, perkawinan tidak selalu dari luar kelompok (exsogami),
tetapi juga dari dalam kelompok yang sama (endogami). Hal ini memungkinkan
anak-anak secara langsung mengenal dan banyak berhubungan dengan ibu dan
ayahnya. Lambat laut system patriarchate mengalami
perubahan atau hilang manjadi suatu bentuk keluarga yang dinamakan parental.
C.
Teori-Teori
Geografi
1.
Teori Ledakan Penduduk Thomas Robert
Malthus
Thomas
Robert Malthus lahir di Ruckery-St. Catherina, Inggris pada tanggal 14 Februari
1766 dan meninggal pada tanggal 23 Desember 1834. Ia seorang ahli ekonomi yang
tergolong ekonomi mahzab klasik bersama-sama Adam Smith. Ajaran-ajarannya
banyak mempengaruhi pemikiran ekonom lainnya, seperti Ricard di mana perkembangan
ekonomi yang diasumsikan cukup suram itu berpengaruh besar pada abad ke 19.
Dalam ilmu geografi ekonomi dan populasi, nama ia pun di kenal sebagai seorang
pelopor yang mengukir pada mahzab geografi. Selain itu, nama Malthus diabadikan
dalam istilah neomalthusianisme. Teori
Malthus tentang ledakan penduduk ditulis dalam bukunya An Essay on the Principles of Population (1798). Dalam teorinya
tersebut, Malthus mengemukakan pendapat sebagai berikut
a. Masyarakat
manusia akan tetap miskin karena kecenderungan pertambahan penduduk
berjalanlebih cepat daripada persediaan makanan.
b. Pertambahan
penduduk dapat diibaratkan deret kali atau deret ukur sehingga pelipatgandaan
jumlah penduduk dalam setiap 25 tahun, sedangkan peningkatan sarana-sarana
kehidupan berjalan lebih lambat, yakni menurut deret hitung atau deret tambah.
c. Melalui
tindakan pantang seksual atau pantangan kawin, perang, bahaya kelaparan, dan
bencana alam, jumlah penduduk memang di usahakan sesuai dengan sarana kehidupan
yang tersedia. Namun, cara itu tidak cukup untuk meningkatkan kehidupan
masyarakat sampai di atas minimum.
2. Teori
Kota Konsentris Burgess
E.W
Burgess adalah seorang geograf Amerika Serikat yang mengkaji struktur kota
Chicago pada tahun 1920-an, teori konsentris tersebut dimuat dalam tulisannya
yang berjudul The Geography of City (1925).
Inti teori kota konsentris tersebut sebagai berikut:
a. pada
hakikatnya, kota meluas secara seimbang dan merata dari suatu pusat atau inti
sehingga muncul zona-zona baru sebagai perluasannya.
b. Dengan
demikian, pada setiap saat dapat ditemukan sejumlah zona yang konsentris
letaknya sehingga stuktur kota menjadi bergelang (melingkar).
c. Di
pusat kota terdapat Zona Pertama sebagai
Central Bisnis District (Disingkat
CBD), jika di Chicago disebut Loop. Fungsi
Loop sebagai pusat atau jantung
kehidupan perdagangan, perekonomian, dan kemasyarakatan. Zona Kedua sebagai terdapat Zona Peralihan (transtitional zone) yang merupakan kawasan perindustrian, disertai rumah-rumah
pribadi yang kuno, bahkan jika Chicago telah berubah menjadi Chines Town maupun pertokoan dan
perkantoran berskala kecil. Namun, jika sudah bobrok banyak dimanfaatkan oleh
kaum gelandangan miskin. Zona Ketiga sebagai kawasan perumahan
para buruh yang kebanyakan adalah kaum imigran. Zona Keempat , penghuninya kelas menengah, cukup rapi, memiliki
jarak sanitasi yang lebih memadai sebagai tempat tinggal yang nyaman dan baik.
Namun, terdapat pula sebagian kecil rumah berkelas elite. Sedangkan pada Zona Kelima merupakan Commuters Zone atau tempat orang yang
pergi pulang setiap hari untuk bekerja. Kondisi alamnya masih asri, luas dan
mewah serta berfungsi sebagai kota kecil untuk beristirahat dantidur atau
disebut dormitory towns, disebut
demikian karena perumahan untuk orang-orang kaya.
d. Secara
keseluruhan deskripsi teori konsentris yang ideal ini dapat dilihat pada gambar
•
Pusat Dagang /CBD
•
Zona Transisi (Perdagangan Besar dan
Industri Kecil)
•
Zona Pemukiman Buruh Rendahan
•
Zona Pemukiman Buruh Menengah
•
Zona Pemukiman Kaum Elite
•
Zona Kaum Elite Pergi Pulang Tiap Hari
Kerja
D.
Teori-teori
Sejarah
1.
Teori Gerak Siklus Sejarah Ibnu Khaldun
Ibnu
Khaldun (1332-1406) adalah seorang sejarawan dan filsuf sosisal Islam kelahiran
Tunisia yang merupakan pengagas pertama pertama dalam teori siklus ini,
khususnya dalam sejarah pemikiran manusia, terutama dari dimensi sosial dan
filosofis pada umumnya. Karya monumentalnya adalah Al-Muqaddinah (1284 H) yang secara orisinial dan luas mambahas
kajian sejarah, budaya, dan sosial.
Adapun
inti atau pokok-pokok pikiran dalam teori Khaldun tersebut dikemukakan dalam Al-Muqaddinah sebagai berikut:
a. Kebudayaan
adalah masyarakat manusia yang memiliki landasan di atas hubungan antara
manusia dan tanah di satu sisi dan hubungan manusia dengan manusia lainnya di
sisi lain yang menimbulkan upaya mereka untuk memecahkan kesulitan-kesulitan
lingkungan serta mendapatkan kesenangan dan kecukupan dengan membangun industry,
menyusun hukum, dan menerbitkan transaksi
b. Bahwa
kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembang melalui empat fase, yaitu fase
primitive atau nomanden, fase urbanisasi, fase kemewahan, dan fase kemunduran
yang mengantarkan kehancuran.
c. Kehidupan
fase primitive atau nomenden adalah bentuk kehidupan manusia terdahulu (tertua)
yang pernah ada. Pada saat ini, sifat kehidupan kasar yang diwarnai oleh
keberanian dan ketangguhan mendorong mereka untuk menundukkan kelompok-kelompok
lain. Selain itu, pada masa ini pun pada kelompok-kelompok tersebut tumbuh
solidaritas, ikatan, dan persatuan yang menompang mereka meraih kekuasaan dan
kesenangan.
d. Dalam
fase urbanisasi, pembangunan yang
mereka lakukan tetap berlangsung sehingga perkembangan kebudayaan semakin maju,
khususnya di kota-kota.
e. Pada
fase kemewahan, banyak kelompok yang
tenggelam dalam masa kemewahan, di mana pada fase ini dicirikan oleh beberapa
indicator, seperti ketangguhan dan mmepertahankan diri, memperoleh kemewahan
dalam kekayaan, keinginan untuk hidup bebas, serta mengejar nafsu kepuasan dan
kesenangan, namun di pihak lain ada juga yang menghendaki pada kesederhanaan.
Akibatnya, friksi dan solidaritas mereka menjadi melemah.
f. Pada
fase kemunduran , kerajaan dan
pemerintahan melalaikan urusan kenegaraan/ pemerintahan dan kemasyarakatan yang
mempercepat kehancuran, ditandai dengan ketidakmampuan dalam mempertahankan
diri. Ini pertanda bahwa usainya daur cultural dalam sejarahnya dan bermulanya
daur baru, begitu seterusnya (Al-Sharqawi, 1886: 145-146)
g. Biasanya
kelompok-kelompok yang terkalahkan akan selalu mengekor kepada
kelompok-kelompok yang menang, baik dalam slogan, pakaian, kendaraan, maupun
tradisi lainnya.
2.
Teori Perkembangan Sejarah dan
Masyarakat Karl Marx
Karl
Heinrich Marx (1818-1883) dilahirkan di Trier distrik Moselle, Prusian Rhineland
pada 5 Mei 1818. Ia berasal dari silsilah panjang rabbi, baik garis ayah maupun ibunya. Ayahnya seorang pengacara
terhormat. Ia menikah dengan Jenny anak tokoh sosialis awal Baron von
Wesphalen. Pertamanya masuk ke University Bonn, tahun berikutnya ia pindah ke
University of berlin. Di universitas ia menjadi pengikut filsafat Hegelianisme.
Marx bercita-cita menjadi pegajar di universitas, ia mendapatkan gelar
doktornya mengeani filsafat pasca Aristotelian yunani (McLellan, 2000:618)
Ia
adalah ilmuwan sosial revolusioner Jerman yang analisisnya tentang masyarakat
kapitalis menjadi basic teoritis untuk pergerakan sejarah dan politik.
Kontribusi utama Marx terletak pada penekanan terhdapa peran factor ekonomi
berubahnya cara masyarakat dalam memproduksi alat-alat subsistensi dalam
membentuk jalannya sejarah. Prespektif ini memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap seluruh jajaran ilmu sosial. Teori besar sosiohistoris Marx yang
sering disebut sebagai konsepsi sejarah materialism historis, dapat di ungkap
dari perkataan Friederich Engels, sahabat dekatnya, sebagai berikut:
“… sebab yang utama dan kekuatan
penggerak terbesar dari semua peristiwa sejarah yang penting terletak pada
perkembangan ekonomi masyarakat, perubahan-perubahan model dalam produksi dan
pertukaran, pembagian masyarakat dalam kelas kelas yang belaianan, dan pada
perjuangan kelas-kelas ini melawan kelas yang lain” (Shaw, 2000:620)
Teori-teori
tentang gerak sejarah dan masyarakat, tertuang dalam Die Deutch Ideologie (Ideologi Jerman) tahun 1845-1846, secara
ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Struktur
ekonomi masyarakat yang ditopang oleh relasi-relasinay dengan produksi,
merupakan fondasi riil masyarakat. Struktur tersebut sebagai dasar munculnya
suprastruktur hukum dan politik, berkaitan dengan bentuk tertentu dari
kesadaran sosial. Disisi lain, relasi-relasi produksi masyarakat itu sendiri
berkaitan dengan tahap perkembangan tenaga-tenaga produktif materiil
(masyarakat). Dalam kerangka ini, model produksi dari kehidupan materiil akan
mempersiapkan proses kehidupan sosial,, politik, dan intelektual pada umunya.
b. Seiring
dengan tenaga produktif masyarakat berkembang, tenaga-tenaga produktif ini
mengalami pertentangan dengan berbagai relasi produksi yang ada sehingga
membelenggu pertumbuhannya. Kemudian, mulailahsuatu era revolusi sosial,
seiring dengan terpecahnya masyarakat akibat konflik.
c. Konflik-konflik
itu terselesaikan sedemikian rupa sehingga menguntungkan tenaga-tenaga
produktif, lalu muncul relasi-relasi produksi yang baru dan lebih tinggi yang
persyaratan materiil telah matang dalam “rahim” masyarakat itu sendiri.
Masyarakat dan pemerintahan kelas memang tidak terhindarkan, sekaligus
diperlukan untuk memaksa produktivitas para produsen agar melampaui tingkat
subsistensinya. Namun, kemajuan produktif yang dihasilkan kapitalisme tersebut
mengahancurkan kelayakan dan landasan historis pemerintahan kelas. Karena
Negara merupakan alat suatu kelas untuk mengamankan pemerintahannya maka Negara
akan melemah dalam masyarakat pasca kelas.
d. Relasi-relasi
produksi yang lebih baru dan lebih tinggi ini mengakomodasi secara lebih baik
keberlangsungan pertumbuhan kapasitas produksi masyarakat. Disinilah model
produksi borjuis mewakili era progresif yang paling baru dalam formasi ekonomi
masyarakat, tetapi hal itu merupakan bentuk produksi antagonistic yang
terakhir. Dengan matinya bentuk produksi tersebut maka prasejarah kemanusiaan
berakhir.
e. Disinilah
kapitalisme akan hancur olrh hasratnya sendiri untuk meletakkan masyarakat pada
tingkat produktif yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Selain itu,
perkembangan tenaga-tenaga produktif yang membayangkan munculnya kepitalisme
sebagai respons terhadap tingkat tenaga produktif pada awal mula terbentuk.
f. Dengan
demikian, perkembangan kapasitas produktif masyarakat mennetukan corak utama
evolusi yang dihasilkan, yang pada gilirannya menciptakan institusi-institusi hukum
dan politik masyarakat atau suprastruktur.
E.
Teori-Teori
Ekonomi
1.
Teori Klasik Adam Smith
teori
ini merupakan karya Adam Smith yang dituangkan dalam buku An Inquiry inti Nature and
Causes of the Wealth of Nations (1776). Smith adalah seorang guru besar
falsafah moral di Universitas Glasgow yang memusatkan perhatiannya kepada
persoalan-persoalan umum, yaitu bagaimana menciptakan kerangka politik dan
sosial yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara swasembada. Adapun pokok-pokok
pikiran dari teorinya sebagai berikut:
a. Kebijakan
Pasar Bebas
Tercapainya suatu keterlibatan
pemerintah yang minimum untuk mencapai suatu bentuk persaingan yang sempurna
maka secara otomatis harus bebas atau campur tangan pemerintah seminimal
mungkin. Karena itu, semboyannya the best
government governs the least. Sebab teori tersebut berasumsi bahwa yang
akan memaksimumkan pendapatan nasional adalah “tangan-tangan yang tak
kelihatan”
b. Keuntungan
merangsang bagi Investasi
Menurut pandangan teori ini bahwa
keuntungan itu merangsang investasi. Artinya, semakin besar keuntungan, akan
semakin besar pula akumulasi modal dan investasi
c. Keuntungan
Cenderung Menurun
Artinya, keuntungan tidak akan naik
secara terus menerus, namun cenderung menurun apabila persaingan untuk
menghimpun modal antar kapitalis meningkat. Alsannya adalh dengan menaikkan
upah sebagai akibat persaingan antar kapitaslis. Sementara upah dan sewa naik
karena naiknya harga-harga pangan. Hal itu mendapat pembenaran dari Ricardo.
d. Keadaan
Stasioner
Para ahli ekonomi kalsik meramalkan
akan timbulnya keadaan stasioner pada
akhir proses penumpukan modal. Sekali keuntungan mulai menurun, proses ini akan
berlangsung terus sampai keuntungan menjadi nol, pertumbuhan penduduk dan
pemupukan modal terhenti, dan tingkat upah mencapai tingkat kebutuhan hidup
minimal.
2.
Teori Monestarisme Pasar Bebas Friedman
Milthon
Friedman kahir di Brooklyn pada tahun 1912. Ia dalah satu-satunya anak lelaki
dari empat bersaudara Yahudi dari Eropa Timur yang bekerja serabutan di New
York. Pad tahun 1932, saat depresi, Friedman mendapat beasiswa untuk belajar
ekonomi di University of Chicago. Di
Chicago ia bertemu dengan rekannya George Stigler seumur hidupnya, selain itu
ia bertemu Rose Director, yang kelak menjadi istrinya. Tahun 1938 Friedman
menikah dengan Rose, mereka menjadi
rekan dan bersama-sama menulis beberapa buku, serta dikaruniaa dua anak.
Friedman mendapat gelar magister tahun 1933.
Kemudian,
tahun 1946 Friedman memperoleh gelar Ph.D dari Columbia dan ia kembali menagajar
di University of Chicago, bahkan
melanjutkan tradisinya memperkuat versi terbaru dari teori kuantitas uang
Irving Fisher yang diterapkannay pada kebijakan moneter. Ia menulis banyak
topic yang berkaitan dengan ekonomi moneter dan berpuncak pada riset dan
tulisan empirisnya yang paling terkenal, yaitu A Monetary History of the United States (1867-1960) yang
dipublikasikan oleh National Bureau of
Economic research dan di tulis bersama Anna J.Schwartz. pada intinya, studi
onumental ini menunjukkan kekuatan uang
dan kebijakan moneter dalam gejolak perekonomian Amerika Serikat, termasuk
depresi besar dan era pasca perang, ketika para ekonom arus utama percaya bahwa
uang tidak penting. Kemudian, ia pun menulis buku Capitalism dan Freedom yang diluncurkan pada ulang tahun perkawinan
Friedman dan Rose ke 25. Inti teorinya sebagai berikut:
a. Metodologi
Positivisme, menurut Friedman, validitas suatu teori tidak tergantung pada
unsure generalisasinya maupun kekokohan asumsi-asumsi dasarnya, melainkan
semata-mata pada kesesuaian implikasinay secara relative terhadap implikasi
teori-teori lain, yang di ukur berdasarkan statistic primer
b. Pasar
di anggap sebagai mekanisme utama dalam menyelesaikan berbagai masalah ekonomi,
asalkan di dukung kebebasan politik intelektual. Para ekonom aliran Chivago
melihat perekonomian sebagai suatu kondisi yang perlu, namun bukan kondisi
cukup untuk menciptakan masyakarat bebas.
c. Aturan
moneter yang ketat lebih di sukai untuk pengambilan keputusan yangn diskret
oleh otoritas pemerintah “setiap system yang memberi banyak kekuasaaan dan
banyak keleluasaan bagi segelintir orang, di mana kekeliuran mereka itu di
sengaja atau tidak dapat menimbulkan efek yang luas adalah system yang buruk”
(Friedman, 1969:50)
d. Ia
lebih menekankan pada kebijakan moneter Q, kuantitas uang yang jauh lebih
penting daripada P. opininya yang segar dan sangat berbeda dengan opini Fisher
dan Simons seperti “kilatan tiba tiba”, baginya “Aturan dari sudut pandang
kuantitas uang jauh lebih unggul, baik itu untuk jangka pendek maupun jangka
panjang, daripada aturan dari sudut pandang stabilitas harga” (Friedman.
1969:64)
e. Pengelolaan
administratifdan intervensi kebijakan ekonomi yang bersifat ad hoc hanya akan merusak situasi
ekonomi. Dalam soal kebijakan moneter dan fiscal, ia menekankan pentingnya
kesinambungan.
f. Ia
menolak standar emas sebagai numeraire
moneter dengan dua alas an, yaitu biaya resources-nya
yang tinggi dan implementasinya yang tidak praktis. Selain itu, produksi emas
jarang dapat mengimbangi pertumbuhan ekonomi dank arena itu bersifat
deflasioner. “betapa mustahil menyia-nyiakan sumber daya untuk menggali tanah
mencari emas, hanya untuk menguburkannya lagi di kolong Fort Knox, Kentuky”
g. Monoterisme
jauh lebih baik daripada fiskalisme dalam regulasi makro ekonomi
h. Kebijakan
fiscal baginya di yakini sebagai wahana yang tepat untuk mengentaskan
kemiskinan, namun redistribusi pendapatan bagi kalangan di atas garis
kemiskinan justru akan lebih banyak menimbulkan kerugian.
i.
Imperalisme displiner yang menonjolkan
penerapan analisis ekonomi oleh para ekonom terhadap semua bidang yang biasanya
dianggap sebagai disiplin lain, seperti sejarah, politik, hukum dan sosiologi.
Teori Psikologi
Katanya Teori Sosial Indonesia, tpi tokoh yg mengemukakannya alah tokoh luar negeri?
BalasHapusApakah teori sosial yang ada indonesia tokohnya juga dari luar negeri?
BalasHapus